
RI News Portal. Semarang — Ironi subsidi BBM kembali terpampang nyata di Kabupaten Semarang. Di saat pemerintah mati-matian menyalurkan solar subsidi agar tepat sasaran bagi rakyat kecil, segelintir oknum justru menjadikannya sebagai komoditas untuk memperkaya diri sendiri. Fakta mencengangkan terungkap saat tim media melakukan pengisian BBM di SPBU 44.507.10 Desa Plumbon, Kecamatan Suruh, Rabu (25/7/2025), pukul 09.58 WIB.
Tim mendapati sebuah truk box tengah melakukan aksi pengangsuan solar subsidi dalam jumlah besar secara berulang. Truk ini bukan sekadar pengguna biasa, melainkan bagian dari dugaan kuat praktik mafia solar yang memanfaatkan celah sistem distribusi BBM bersubsidi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Investigasi mendalam menemukan bahwa operator SPBU berinisial YD telah berulang kali melayani transaksi mencurigakan ini. Truk-truk pengangsu tampak keluar masuk tanpa kendala, membeli solar dalam jumlah besar, sementara antrean panjang kendaraan masyarakat umum mengular dan dibiarkan menunggu. Mereka yang benar-benar membutuhkan justru tersisih oleh praktik licik yang telah berlangsung lama ini.

Skema ini bukan tindakan spontan, melainkan rekayasa sistemik—dirancang, dijalankan, dan dipelihara untuk kepentingan bisnis gelap. BBM bersubsidi kemudian dijual ke industri non-hak dengan harga tinggi, menghasilkan keuntungan kotor dari perbedaan harga subsidi dan komersial.
Tindakan seperti ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi juga kriminal ekonomi yang merampas hak rakyat dan merugikan keuangan negara. Padahal, BBM subsidi adalah jatah rakyat miskin—petani, nelayan, sopir angkot, dan pelaku UMKM. Namun kini, jatah mereka justru disedot para mafia dan dijadikan “tambang emas” pribadi.
Kementerian ESDM sudah berkali-kali menegaskan bahwa solar subsidi harus disalurkan secara tepat sasaran. Namun di lapangan, instruksi itu seolah tak berarti. Sistem pengawasan lemah, regulasi mandul, dan pengawasan digital seperti MyPertamina pun bisa “diakali”.
Baca juga : Sinergi TNI-Polri Kawal Distribusi Bantuan Pangan CPP di Jatiroto, Wonogiri
Aktivitas ini jelas melanggar berbagai regulasi, antara lain:
- Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas (penyalahgunaan distribusi BBM),
- Pasal 362 KUHP (pencurian),
- Pasal 374 KUHP (penggelapan dalam jabatan),
- Pasal 423 KUHP (penyalahgunaan wewenang jika melibatkan aparat),
- UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dengan sanksi maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.
Masyarakat mendesak Polda Jawa Tengah, BPH Migas, dan Kementerian ESDM untuk menindak tegas jaringan mafia BBM bersubsidi, termasuk pemilik SPBU, operator nakal, dan pihak industri yang menjadi pembeli gelap. Jika dibiarkan, maka subsidi akan terus menjadi ajang kejahatan yang diformalisasi.
“Jangan biarkan SPBU menjadi pusat korupsi mikro yang melukai rakyat kecil!” demikian salah satu warga Desa Plumbon dengan nada kecewa. Mereka ingin BBM subsidi kembali hadir sebagai bentuk keadilan negara, bukan menjadi alat pemerasan.
Skandal mafia solar di Semarang menandai darurat moral dan hukum dalam distribusi BBM subsidi. Ini bukan hanya soal pelanggaran peraturan, tapi juga pengkhianatan terhadap mandat sosial negara: membela yang lemah dan menindak yang rakus. Rakyat sudah lelah mengantri sambil digerogoti sistem yang memihak mafia. Sudah waktunya negara bersikap: Berantas mafia solar, bersihkan SPBU dari kejahatan terselubung!
Pewarta : MN/Team
