
RI News Portal. Jakarta – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan pentingnya refleksi sejarah Perang Jawa (1825–1830) sebagai fondasi dalam memahami dan menemukan jati diri bangsa Indonesia. Pernyataan tersebut disampaikan dalam pidato kebudayaan pada peringatan 200 tahun Perang Jawa yang digelar Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) di Jakarta, Sabtu (19/7) malam.
“Refleksi terhadap Perang Jawa atau Perang Diponegoro mengajarkan kita bahwa jati diri perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak dibangun dalam sebuah kenyamanan, tetapi dalam perlawanan menentang penjajahan dan kolonialisme,” ujar Fadli Zon. Menurutnya, momen peringatan dua abad Perang Jawa harus dimaknai sebagai pelajaran kolektif tentang keberanian dan keteguhan bangsa dalam menghadapi penindasan kolonial.
Perang Jawa, yang dikenal pula sebagai Perang Diponegoro, dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dan berlangsung antara 1825 hingga 1830. Konflik ini menjadi salah satu perlawanan terbesar terhadap kolonialisme Belanda, sekaligus menguras sumber daya militer dan ekonomi kolonial.

“Pangeran Diponegoro adalah simbol keberanian, religiositas, dan keteguhan prinsip. Strategi perang gerilya yang diterapkannya menunjukkan kecerdikan dalam menghadapi penjajah, jauh dari pola konvensional,” kata Fadli Zon. Strategi ini mampu menginspirasi bentuk perlawanan lain di Nusantara, termasuk gerakan nasional pada awal abad ke-20.
Fadli Zon menekankan bahwa Perang Jawa bukan hanya peristiwa militer, melainkan juga peristiwa kebudayaan yang memperlihatkan interaksi antara nilai-nilai lokal, spiritualitas, dan aspirasi kebangsaan. Perjuangan Diponegoro didorong oleh kesadaran akan keadilan sosial, kedaulatan tanah, serta perlawanan terhadap kebijakan kolonial yang menindas rakyat.
Baca juga : Indonesia Juara SEA V League 2025: Dominasi Voli Putra Garuda di Asia Tenggara
“Memahami Perang Diponegoro berarti memahami semangat perlawanan sebagai bagian dari jati diri bangsa. Hal ini harus terus dihidupkan melalui pendidikan sejarah, karya sastra, seni, dan riset akademik,” jelasnya.
Dalam konteks akademis, peringatan 200 tahun Perang Jawa menjadi momentum untuk memperdalam kajian sejarah kolonialisme dan dampaknya terhadap pembentukan identitas bangsa Indonesia. Para sejarawan menilai bahwa narasi perjuangan Diponegoro tidak hanya mencerminkan perlawanan fisik, tetapi juga resistensi budaya dan spiritual terhadap dominasi kolonial.
Fadli Zon mengajak generasi muda untuk memaknai peringatan ini bukan sekadar romantisme sejarah, melainkan sebagai sumber inspirasi dalam menguatkan nilai keadilan, solidaritas, dan keberanian moral. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu belajar dari sejarahnya, termasuk memahami makna pengorbanan para pejuang seperti Diponegoro,” tutup Menbud.
Pewarta : Yudha Purnama
