
RI News Portal. Jakarta 18 Juli 2025 – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menyampaikan duplik setebal 48 halaman sebagai tanggapan atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dokumen duplik yang dibacakan pada Jumat (18/7/2025) tersebut diberi judul “Duplik Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP”, dengan format yang disusun secara sistematis.
Dalam pernyataannya, Hasto menekankan bahwa substansi duplik menyoroti aspek keadilan dan menolak dugaan rekayasa hukum yang, menurutnya, terjadi dalam proses persidangan.
“Jawaban atas replik yang disampaikan oleh JPU pada intinya gugatan terhadap keadilan ini merupakan esensi pokok atas terjadinya rekayasa hukum dan juga berbagai tindakan sewenang-wenang,” ujar Hasto.

Kasus ini bermula dari dugaan keterlibatan Hasto dalam praktik suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI serta perintangan penyidikan. JPU menilai, Hasto terbukti bersalah atas dua dakwaan tersebut. Dalam tuntutannya, JPU memohon agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun disertai denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto oleh karena itu dengan 7 tahun penjara,” kata perwakilan JPU KPK dalam sidang sebelumnya.
Kasus Hasto memiliki signifikansi dalam diskursus hukum dan tata kelola demokrasi Indonesia. Praktik suap terkait mekanisme PAW DPR RI tidak hanya melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001, tetapi juga berimplikasi pada etika politik dan kepercayaan publik terhadap partai politik.
Baca juga : BNN Ajukan Tambahan Anggaran Rp1,14 Triliun Tahun 2026 untuk Perkuat Program P4GN
Secara normatif, tindak pidana perintangan penyidikan yang dituduhkan kepada Hasto diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor, yang menegaskan larangan bagi siapapun untuk menghalangi atau merintangi proses penyidikan. Hal ini menunjukkan adanya dimensi serius dalam upaya penegakan hukum di tengah politik elektoral yang sarat kepentingan.
Dari perspektif politik, proses hukum terhadap pejabat partai besar seperti Sekjen PDIP dapat mempengaruhi stabilitas internal partai menjelang momentum strategis seperti Pilkada Serentak 2024 dan persiapan Pemilu 2029. Selain itu, tudingan rekayasa hukum yang disampaikan Hasto berpotensi menimbulkan perdebatan publik mengenai independensi lembaga penegak hukum, khususnya KPK.
Isu ini menegaskan urgensi penguatan prinsip due process of law dan transparansi dalam setiap tahapan peradilan guna memastikan keadilan substantif dan mencegah politisasi hukum.
Pewarta : Yogi Hilmawan
