
RI News Portal. Trenggalek 17 Juli 2025 – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek resmi mengeluarkan Surat Edaran (SE) Bupati Nomor 797 Tahun 2025 yang mengatur penggunaan sound system dalam berbagai kegiatan masyarakat. Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk mencegah potensi konflik sosial dan menciptakan ruang publik yang lebih tertib.
Pembahasan regulasi tersebut dilakukan dalam rapat koordinasi Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial di Aula Bakesbangpol Trenggalek. Kepala Satpol PP Trenggalek, Habib Solehudin, menjelaskan bahwa SE ini memuat ketentuan teknis meliputi batas volume suara, jumlah perangkat, durasi penggunaan, serta larangan konten yang dinilai tidak etis atau mengandung unsur provokatif.
“Aturan ini muncul sebagai respons terhadap maraknya kegiatan sound system besar-besaran (horek) yang berpotensi mengganggu ketertiban umum. Tujuannya menjaga keseimbangan antara hak berekspresi dan hak masyarakat untuk hidup tenang,” ujar Habib.

Selain untuk kegiatan rutin warga, regulasi ini juga akan menjadi pedoman pelaksanaan Perayaan Hari Besar Nasional (PHBN) pada Agustus mendatang. Dengan adanya aturan tersebut, pemerintah berharap tidak ada gesekan sosial akibat polusi suara yang kerap terjadi pada acara hajatan, konser, atau peringatan tertentu.
Menariknya, kebijakan ini mendapat respons positif dari para pelaku usaha sound system. Perwakilan pengusaha, Krisna Cahya Utama, menyatakan bahwa regulasi ini diperlukan untuk menciptakan standarisasi di lapangan.
“Kami sepakat membatasi volume, terutama di area padat penduduk. Pelaku usaha juga dibatasi maksimal menggunakan enam subwoofer untuk kegiatan di lingkungan warga,” jelas Krisna, yang juga anggota Perkumpulan Sound Jenengan Trenggalek.
Baca juga : Lamongan Dorong Edukasi Perlindungan Anak Hingga Tingkat Desa
Pemkab menegaskan bahwa setiap pelanggaran atas aturan ini akan dikenakan sanksi, di mana penyewa sound system maupun panitia acara diminta bertanggung jawab. Dengan regulasi ini, pemerintah berharap tercipta harmoni antara kebebasan berekspresi dan ketertiban sosial.
Kebijakan ini mencerminkan pendekatan regulasi preventif dalam pengelolaan ruang publik. Dari perspektif sosiologis, pengaturan volume dan durasi penggunaan sound system merupakan upaya mereduksi potensi konflik horizontal akibat gangguan kenyamanan. Secara hukum, SE Bupati berperan sebagai instrumen administratif yang mengisi kekosongan regulasi detail di tingkat daerah, meskipun bersifat non-punitif. Dari sisi etika politik, kebijakan ini menyeimbangkan antara hak individu untuk berekspresi dan hak kolektif untuk menikmati ketenangan.
Pewarta : Sugeng Rudianto
