
RI News Portal. Mandailing Natal, Sumatra Utara – Di tengah arus deras Sungai Batang Natal yang tak kenal ampun, kisah heroik seorang pemuda berakhir tragis. Wahyu Harahap, pemuda berusia 20 tahun asal Desa Kampung Sawah, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), ditemukan dalam keadaan meninggal dunia pada Selasa, 16 September 2025, sekitar pukul 13.50 WIB. Penemuan jasadnya oleh warga setempat yang ikut serta dalam pencarian menandai akhir dari upaya pencarian intensif selama dua hari, mengingatkan kita pada kerentanan manusia di hadapan alam yang ganas.
Lokasi penemuan jasad Wahyu tidak jauh dari titik awal kejadian, hanya sekitar 100 meter dari tempat ia hanyut. Jasadnya mengapung di permukaan sungai di Kampung Sawah, sebuah desa yang bergantung pada sungai ini untuk transportasi sehari-hari. Kondisi ini menyoroti betapa cepat arus sungai dapat menyeret korban, meski jaraknya relatif dekat. Tim pencarian, yang melibatkan warga lokal dan petugas resmi, telah memperluas radius operasi hingga ke pematang sungai, mencerminkan kolaborasi komunitas dalam menghadapi bencana alam.

Kepala Pos Basarnas Mandailing Natal, M. Rizal Rangkuti, mengonfirmasi penemuan tersebut sebagai hasil dari pencarian hari kedua. “Sudah ditemukan oleh warga yang turut melakukan pencarian korban. Kami juga tadi sudah memperluas radius pencarian di pematang Sungai Batang Natal, Desa Kampung Sawah,” ujar Rizal dalam pernyataannya. Ia tak lupa menyampaikan apresiasi mendalam: “Terima kasih atas jerih payah masyarakat yang turut serta dalam pencarian korban, dan tak lupa juga terima kasih atas doa dan bantuan masyarakat.” Kata-kata ini menggambarkan semangat gotong royong yang menjadi pondasi masyarakat pedesaan di wilayah ini, di mana bencana seperti ini bukanlah hal asing.
Senada dengan itu, Kasat Polairud Polres Mandailing Natal, Ipda Heinrich JL Siahaan, memberikan keterangan saat dikonfirmasi di rumah duka korban. “Sudah ditemukan korban, langsung dievakuasi ke rumah duka di Kampung Sawah, Kecamatan Natal. Rencananya, korban akan dimakamkan sore ini juga,” katanya saat berada di lokasi. Pernyataan ini disampaikan seusai melayat, menunjukkan empati aparat kepolisian terhadap keluarga yang berduka.
Baca juga : Pekon Trimulyo: Inspirasi Tata Kelola Desa Unggul dan Transparan
Kejadian bermula dari insiden tragis pada hari sebelumnya, ketika Wahyu berusaha menyelamatkan orang tua dan saudaranya. Keluarga tersebut mengalami kecelakaan saat perahu sampan mereka terbalik di tengah Sungai Batang Natal. Wahyu, anak dari Maslanuddin (57), nekat melompat ke sungai untuk menolong mereka. Namun, naas menimpanya; arus deras menyeretnya hingga hilang dari pandangan. Upaya penyelamatan yang dimaksudkan untuk menyelamatkan nyawa justru merenggut miliknya sendiri, sebuah pengorbanan yang menyentuh hati banyak orang.
Dalam konteks lebih luas, tragedi ini bukan yang pertama di Sungai Batang Natal, sungai yang menjadi urat nadi transportasi bagi warga Madina. Sungai ini sering menjadi jalur utama untuk menyeberang antar desa, terutama di musim hujan ketika debit air meningkat drastis. Kurangnya infrastruktur jembatan permanen dan kesadaran keselamatan sering kali memperburuk risiko. Kisah Wahyu mengajak kita merefleksikan perlunya pendekatan holistik: dari edukasi komunitas tentang protokol keselamatan sungai hingga investasi pemerintah dalam fasilitas penyeberangan yang aman. Bukan sekadar berita harian, ini adalah panggilan untuk perubahan sistemik agar pengorbanan seperti ini tak terulang.
Keluarga Wahyu kini tengah berduka, di tengah dukungan dari tetangga dan aparat. Pemakaman yang direncanakan sore itu menjadi momen perpisahan yang pilu, tapi juga pengingat akan keberanian seorang anak desa. Semoga arwah Wahyu tenang, dan semoga tragedi ini menjadi katalisator untuk keselamatan yang lebih baik di Sungai Batang Natal.
Pewarta : Indra Saputra
