
RI News Portal. Lampung Barat, 3 Juli 2025 — Polemik agraria kembali mencuat di Provinsi Lampung setelah aktivis Masyarakat Independen GERMASI mengungkap dugaan penerbitan 225 Sertifikat Hak Milik (SHM) secara tidak sah di atas enam kawasan hutan lindung di Kabupaten Lampung Barat. Kasus ini berpotensi membuka tabir praktik penyalahgunaan kewenangan secara sistematis di sektor agraria dan kehutanan.
Berdasarkan penelusuran GERMASI, penerbitan ratusan sertifikat tersebut diduga melibatkan sejumlah oknum dari ATR/BPN Lampung Barat, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Liwa, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, serta Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Lampung. Rincian lokasi dan jumlah SHM yang diklaim bermasalah antara lain:
- Hutan Lindung Register 44B Way Tenong Kenali – 10 SHM
- Register 17B Serarukuh – 4 SHM
- Register 48B Bukit Palakiah – 15 SHM
- Register 45B Bukit Rigis – 85 SHM
- Register 9B Gunung Seminung – 95 SHM
- Register 43B Krui Utara – 16 SHM

Founder GERMASI, Ridwan Maulana, CPL., CDRA, menilai penerbitan SHM di atas kawasan hutan lindung tidak semata persoalan kelalaian administratif, tetapi mencerminkan pola dugaan tindak pidana terorganisir.
“Kalau ini dibiarkan, artinya negara melegalkan perampokan melalui jalur administratif. Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, tapi indikasi dugaan kejahatan yang terstruktur dan sistematis,” tegas Ridwan dalam keterangannya.
GERMASI menegaskan pentingnya langkah penegakan hukum oleh Kejaksaan, baik di tingkat daerah maupun pusat, untuk membongkar potensi pelanggaran berikut:
- Dugaan penerbitan sertifikat di atas kawasan hutan lindung yang bertentangan dengan Undang-Undang Kehutanan.
- Dugaan penggunaan dokumen palsu dalam proses pengajuan sertifikat.
- Dugaan manipulasi data kepemilikan dan batas wilayah.
- Dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum pejabat terkait.
- Dugaan pemalsuan dan perbuatan melawan hukum dengan motif keuntungan pribadi.
Baca juga : Mayjen TNI Deddy Suryadi Resmi Jabat Pangdam Jaya: Jejak Karier, Kiprah, dan Prospek Kepemimpinan
Secara yuridis, penerbitan hak milik di kawasan hutan lindung jelas bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan hidup dan peraturan kehutanan. Dalam konteks tata kelola lahan, kasus semacam ini juga mencerminkan lemahnya pengawasan lintas sektor dan potensi konflik agraria berkelanjutan yang dapat memicu kerusakan ekologis.
Hingga berita ini disusun, belum ada pernyataan resmi dari pihak ATR/BPN Lampung Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, maupun BPKH Lampung terkait dugaan keterlibatan oknum di lembaga masing-masing.
GERMASI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini sampai tuntas, sebagai bagian dari upaya menjaga kelestarian kawasan hutan lindung dan mencegah praktik perampasan tanah negara oleh kepentingan kelompok tertentu.
Pewarta : IF
