RI News Portal. Jakarta. 10 November 2025 – Real Madrid gagal memanfaatkan status unggulan saat hanya mampu bermain imbang 0-0 melawan Rayo Vallecano pada pekan ke-12 LaLiga 2025/2026. Hasil ini bukan sekadar kehilangan dua poin, melainkan sinyal awal bahwa proyek Xabi Alonso menghadapi ujian nyata di luar kandang melawan tim-tim yang mengandalkan organisasi defensif ketat.
Di Stadion de Vallecas yang selalu menyulitkan, Los Blancos memang menguasai bola hingga 54,5 persen dan melepaskan 21 tembakan. Namun, hanya lima yang tepat sasaran, sebuah statistik yang mencerminkan masalah struktural dalam fase penyelesaian akhir. Rayo, dengan 13 attempts dan lima on target, membuktikan bahwa sepak bola modern tidak lagi hanya soal penguasaan, tetapi efisiensi ruang dan disiplin kolektif.
Analisis taktis menunjukkan Alonso masih mencari keseimbangan antara pendekatan possession-based ala dirinya sendiri dan kebiasaan counter-pressing warisan Carlo Ancelotti. Formasi 4-3-3 yang diusung Madrid terlalu mudah diprediksi oleh blok rendah Rayo yang dipimpin Pelissier. Vinicius Junior dan Kylian Mbappe kerap terjebak offside (masing-masing tiga dan dua kali), sementara Arda Guler, yang mendapat start pertama musim ini, belum mampu menjadi playmaker sekundernya Federico Valverde di lini tengah.

Pernyataan pasca-pertandingan Alonso patut dicermati: “Kami menciptakan cukup peluang untuk menang dua kali, tapi sepak bola menghukum tim yang tidak klinis.” Kalimat itu secara implisit mengakui bahwa transisi dari era Modric-Kroos ke generasi Bellingham-Guler belum sepenuhnya mulus, terutama saat menghadapi tim yang rela parkir bus selama 90 menit.
Bagi Rayo Vallecano, satu poin ini lebih berharga dari sekadar angka. Augusto Batalla, kiper pinjaman dari River Plate, mencatatkan tujuh saves, termasuk reflex penyelamatan atas attempts Vinicius di menit ke-23 yang seharusnya menjadi gol. Penampilan Batalla bukan kebetulan; ia kini menjadi kiper dengan clean sheet terbanyak kelima di LaLiga musim ini (4), bukti bahwa investasi Rayo pada talenta Amerika Latin mulai berbuah.
Dari perspektif klasemen, Madrid tetap di puncak dengan 31 poin, tapi jarak dengan Barcelona kini menyusut menjadi tiga poin. Lebih mengkhawatirkan, Villarreal di peringkat ketiga hanya terpaut lima poin dengan satu laga tertunda. Jadwal Desember yang padat, termasuk kunjungan ke Camp Nou dan reception Atletico Madrid, akan menjadi ujian sesungguhnya apakah Alonso mampu mempertahankan keunggulan psikologis yang dibangun sejak Agustus.
Baca juga : Inter Milan Rebut Puncak Klasemen Serie A usai Taklukkan Lazio 2-0 di Giuseppe Meazza
Sementara itu, Rayo mengoleksi 15 poin dan berada di zona aman, delapan poin di atas garis degradasi. Pelajaran dari Vallecas malam ini sederhana: di LaLiga 2025/2026, tidak ada lagi “tim kecil”. Yang ada hanyalah tim yang lebih siap menghadapi perang 90 menit dengan segala cara, termasuk cara yang paling pragmatis sekalipun.
Hasil ini juga memunculkan pertanyaan akademis yang menarik: apakah dominasi possession masih relevan ketika tim lawan berhasil menurunkan expected goals (xG) lawan di bawah 1,0 meski kalah penguasaan bola? Data menunjukkan Rayo berhasil membatasi Madrid pada xG hanya 1,87, terendah yang dilesakkan Los Blancos sejak pekan pembuka melawan Mallorca.
Malam di Vallecas menjadi pengingat bahwa gelar LaLiga tidak pernah dimenangkan oleh tim yang paling indah, tapi oleh tim yang paling tangguh saat keindahan tidak cukup. Bagi Xabi Alonso, ini adalah wake-up call pertama dalam proyek jangka panjangnya. Dan bagi Rayo Vallecano, ini adalah pernyataan bahwa mereka bukan lagi sekadar pengisi klasemen, melainkan bagian dari paradigma baru LaLiga di mana setiap poin harus direbut dengan darah dan keringat.
Pewarta : Vie

