
RI News Portal. Sragen, Proyek pengurukan lahan untuk pembangunan Pasar Trade Centre di Dusun Sapen RT 17, Kabupaten Sragen, menuai sorotan publik. Indikasi pelanggaran terhadap standar teknis dan administratif semakin mengemuka, baik dari segi muatan armada pengangkut, kualitas material urug, hingga dugaan keterlibatan galian ilegal (galian C) sebagai sumber tanah.

Indikasi Pelanggaran Standar Teknis dan Dampaknya
Di lapangan, material urug berupa tanah dan batu didistribusikan menggunakan kendaraan yang tidak sesuai dengan standar angkutan material bangunan. Ketidaksesuaian ini menimbulkan sejumlah dampak langsung, antara lain:
- Tingginya resiko debu yang mengganggu aktivitas warga sekitar dan berdampak pada kesehatan pernapasan.
- Kemacetan dan gangguan lalu lintas akibat penggunaan armada berat di jalan desa yang tidak dirancang untuk beban angkut besar.
- Tidak adanya penutup bak truk yang mengangkut tanah, melanggar ketentuan dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 169 ayat (1) yang mengatur kewajiban pengangkut untuk menjaga keamanan dan kebersihan jalan.
Baca juga : BPH Migas dan DPR-Ditjen Migas Memantau Pipa Gas Cirebon-Semarang
Dugaan Penggunaan Galian C Ilegal
Tanah urug yang digunakan diduga berasal dari kegiatan galian C ilegal di wilayah Jalan Gesi, Kecamatan Gesi, Sragen. Kegiatan ini mengindikasikan pelanggaran terhadap:
- UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan setiap aktivitas pertambangan memiliki izin resmi (IUP/IUPK).
- Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menegaskan bahwa kegiatan galian C tanpa izin merupakan tindak pidana.
Penggunaan alat berat pada area tanpa izin tambang resmi juga meningkatkan risiko kerusakan lingkungan, seperti erosi tanah, sedimentasi aliran sungai, hingga penurunan daya dukung lahan. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Etika Administrasi dan Keterbukaan Informasi
Saat dikonfirmasi oleh media, Kepala Desa Mulyono justru menampilkan sikap saling lempar tanggung jawab. Jawaban yang diberikan cenderung tidak komprehensif dan mengesankan ketertutupan informasi. Padahal, menurut UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak atas akses informasi terhadap kegiatan pembangunan yang bersumber dari dana publik atau melibatkan kepentingan umum.
Sikap pejabat publik yang tidak akuntabel ini melanggar prinsip good governance, terutama asas transparansi dan akuntabilitas. Etika pelayanan publik menuntut keterbukaan, kejelasan prosedur, serta tanggung jawab penuh atas setiap aktivitas pembangunan di wilayah kewenangannya.
Harapan Masyarakat dan Rekomendasi
Warga sekitar berharap proyek pasar ini berjalan sesuai aturan dan memberikan manfaat jangka panjang, bukan justru memunculkan konflik dan kerusakan lingkungan. Beberapa langkah rekomendatif yang dapat segera dilakukan:
- Audit teknis dan hukum terhadap proyek pengurukan oleh dinas terkait (PU, Lingkungan Hidup, dan Satpol PP).
- Penyelidikan terhadap sumber tanah urug, termasuk aktivitas galian C di Gesi.
- Peningkatan pengawasan distribusi material, termasuk kepatuhan terhadap standar muatan, keselamatan lalu lintas, dan pengendalian debu.
- Peningkatan komunikasi publik oleh aparatur desa dan pemerintah daerah, guna menghindari ketidakpercayaan warga.
Pewarta : Nandang Bramantyo

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal