RI News Portal. Jakarta, 6 November 2025 – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyatakan bahwa partainya belum menerima permintaan bantuan hukum dari Gubernur Riau berinisial AW, yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Pernyataan tersebut disampaikan Muhaimin, yang akrab disapa Cak Imin, usai menghadiri acara di Istana Merdeka pada Rabu (5/11/2025). “Belum ada permintaan. Ya, pasti akan ada proses internal ya,” katanya singkat kepada wartawan.
Muhaimin menolak menjawab pertanyaan lanjutan mengenai kemungkinan pemecatan AW dari keanggotaan partai. Ia justru menekankan pentingnya pembelajaran internal bagi seluruh kader. “Semua harus belajar dari pengalaman agar tidak terulang lagi,” ujarnya sebelum mengakhiri perbincangan.

Penetapan status tersangka terhadap AW menjadi bagian dari rangkaian pengembangan kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Senin (3/11/2025). Dalam operasi tersebut, lembaga antirasuah mengamankan sepuluh orang dan menyita uang tunai senilai sekitar Rp1 miliar dalam pecahan rupiah serta mata uang asing.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa kecukupan alat bukti menjadi dasar penetapan tiga tersangka. Selain AW, dua nama lain yang turut terseret adalah MAS, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau, serta DMN, Tenaga Ahli Gubernur Riau.
“Kasus ini terkait dugaan pemerasan atau penerimaan hadiah/janji pada Tahun Anggaran 2025 di Pemerintah Provinsi Riau,” ungkap Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada hari yang sama.
Ketiga tersangka langsung ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung 4 hingga 23 November 2025, guna keperluan penyidikan lebih lanjut. Penahanan dilakukan di rumah tahanan berbeda sesuai ketentuan KPK.
Kasus ini menambah daftar panjang pejabat daerah yang tersandung korupsi infrastruktur, di mana alokasi anggaran besar sering menjadi celah penyelewengan. Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Dr. Bivitri Susanti, menilai bahwa keterlibatan gubernur aktif menunjukkan lemahnya mekanisme pengawasan internal partai politik terhadap kader yang menduduki jabatan eksekutif.
“Partai seharusnya tidak hanya bereaksi pasca-tertangkap, melainkan membangun sistem deteksi dini melalui audit periodik dan pelaporan aset kader,” katanya dalam wawancara terpisah.
Sementara itu, pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menyebut kasus ini berpotensi memengaruhi dinamika koalisi partai menjelang agenda politik nasional 2026–2027. “PKB sebagai partai berbasis massa Nahdliyin perlu menunjukkan komitmen antikorupsi yang konsisten agar tidak kehilangan kepercayaan publik,” ujar Arya.
Hingga berita ini diturunkan, AW belum memberikan pernyataan resmi terkait status tersangkanya. Pihak KPK menyatakan penyidikan masih berlangsung intensif dengan memeriksa puluhan saksi dari kalangan birokrasi dan swasta yang diduga terlibat dalam proyek-proyek infrastruktur di Riau.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa praktik korupsi di tingkat provinsi terus bermetamorfosis seiring digitalisasi pengadaan barang dan jasa. Transparansi data anggaran melalui platform terbuka serta penguatan peran inspektorat daerah dinilai krusial untuk mencegah pengulangan kasus serupa di masa depan.
Pewarta : Yudha Purnama

