RI News Portal. Jakarta, 1 November 2025 – Pemerintah Indonesia menargetkan peluncuran Peraturan Presiden (Perpres) tentang kecerdasan artifisial (AI) pada awal 2026, menyusul proses harmonisasi yang kini berlangsung di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Regulasi ini akan menjadi payung hukum pertama yang mengintegrasikan Peta Jalan AI Nasional dengan panduan komprehensif untuk pengembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut di berbagai sektor.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Bonifasius Wahyu Pudjianto, menegaskan bahwa draf Perpres telah diserahkan ke tahap harmonisasi antar-kementerian. “Saat ini rancangan sedang mengantre di Kementerian Hukum. Kami berharap proses ini rampung sehingga Perpres dapat diundangkan pada kuartal pertama tahun depan,” ujar Bonifasius—yang akrab disapa Boni—dalam forum diskusi terbatas dengan kalangan akademisi dan praktisi teknologi di Jakarta, Jumat (31/10).
Menurutnya, penyusunan draf melibatkan serangkaian konsultasi intensif dengan pemangku kepentingan, termasuk perguruan tinggi, lembaga riset, dan asosiasi industri. Fokus utama adalah menciptakan kerangka regulasi yang adaptif terhadap dinamika teknologi global sekaligus responsif terhadap konteks lokal. “Harmonisasi bukan sekadar prosedur administratif, melainkan upaya memastikan konsistensi dengan regulasi lain yang sudah berlaku, seperti perlindungan data pribadi dan etika digital,” tambah Bonifasius.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, sebelumnya menjelaskan bahwa format Perpres dipilih untuk memberikan cakupan lintas sektoral yang lebih luas ketimbang peraturan menteri. “Kami ingin menyeimbangkan inovasi dengan proteksi. AI harus menjadi katalis kemajuan di bidang kesehatan, pendidikan, keuangan, dan transportasi, sambil meminimalkan risiko seperti bias algoritma atau penyalahgunaan data,” ungkap Nezar.
Dalam konteks akademis, kehadiran Perpres ini dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat ekosistem riset AI domestik. Beberapa pakar menilai, tanpa kerangka regulasi yang jelas, adopsi AI di sektor publik berpotensi terhambat oleh ketidakpastian hukum. Sebaliknya, regulasi yang tepat dapat mendorong kolaborasi antara universitas, startup, dan korporasi dalam mengembangkan solusi AI berbasis kebutuhan nasional, seperti diagnosis medis berbasis citra atau optimalisasi logistik perkotaan.
Baca juga : Investor Korea Selatan Perkuat Hilirisasi Indonesia dengan Komitmen Rp96 Triliun
Proses harmonisasi saat ini menjadi titik kritis. Jika tahap ini berjalan lancar, Indonesia akan memiliki landasan hukum yang selaras dengan tren global—seperti EU AI Act atau pedoman OECD—namun dengan penyesuaian terhadap prioritas pembangunan nasional. Hingga kini, draf Perpres telah mencakup klasifikasi risiko AI, standar etika, dan mekanisme pengawasan lintas lembaga.
Pemerintah menargetkan Perpres ini tidak hanya sebagai dokumen normatif, tetapi juga sebagai peta jalan strategis yang mampu memandu investasi, pendidikan, dan inovasi AI hingga satu dekade mendatang.
Pewarta : Yudha Purnama

