RI News Portal. Cilacap, 16 November 2025 – Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi memimpin upaya akselerasi respons bencana tanah longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, dengan mengerahkan seluruh kapasitas alat berat dan personel search and rescue (SAR). Langkah ini menjadi fokus utama dalam rapat evaluasi ketiga yang digelar pada Minggu siang, pasca-insiden yang menewaskan dua orang dan meninggalkan 21 warga hilang sejak Kamis malam.
Dalam tinjauan lapangan yang dilanjutkan rapat terbatas, Luthfi menekankan pendekatan terstruktur melalui pembagian empat klaster operasional. Klaster SAR dipimpin langsung oleh Basarnas, didukung hampir 920 relawan dari berbagai elemen, termasuk TNI, Polri, dan sukarelawan masyarakat. “Pembagian ini memastikan efisiensi di tengah kondisi medan yang kompleks,” ujar Luthfi, seraya menambahkan bahwa klaster sarana prasarana melibatkan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah serta Kementerian Pekerjaan Umum untuk pengerahan alat berat guna membuka akses dan membersihkan material longsor.
Klaster logistik dan pengungsian dikelola Kementerian Sosial bersama dinas sosial provinsi dan kabupaten, sementara klaster kesehatan diampu Kementerian Kesehatan serta dinas kesehatan setempat. “Prioritas kami adalah pemenuhan layanan dasar bagi korban dan masyarakat terdampak, termasuk pengungsian aman saat cuaca memburuk,” tambahnya. Rapat dihadiri Kepala Pelaksana BPBD Jawa Tengah Bergas Catursasi Penanggungan, Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Budi Irawan, Bupati Cilacap Syamsul Auliya Rachman, serta perwakilan organisasi perangkat daerah terkait.

Bergas Catursasi Penanggungan menyatakan bahwa operasi SAR memasuki hari keempat tetap intensif, dengan perkembangan temuan korban menunggu rilis resmi Basarnas. Hingga pukul 13.00 WIB, 11 orang masih dalam pencarian. Selain evakuasi, pemerintah provinsi menyiapkan fase pemulihan jangka menengah, termasuk dukungan psikososial dan rehabilitasi infrastruktur. Dua titik pengungsian darurat di Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Balai Desa Cibeunying menampung sekitar 160 warga semalam, dengan protokol evakuasi cepat saat hujan deras.
Kunjungan Gubernur juga mencakup dialog langsung dengan penyintas, di mana ia menyerahkan paket bantuan komprehensif. Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Provinsi Jawa Tengah senilai Rp400 juta dialokasikan untuk 12 rumah yang roboh total dan 16 rumah rusak berat. Tambahan donasi Korpri Jawa Tengah Rp34 juta untuk 17 keluarga, lima ton beras dari Badan Koordinasi Kewilayahan Banyumas dan Dinas Ketahanan Pangan provinsi, 180 paket sembako dari Biro Umum Setda, serta santunan dari Baznas Jawa Tengah.
Bencana longsor dipicu hujan intens pada Kamis, 13 November 2025, sekitar pukul 19.00 WIB, di Dusun Tarukahan dan Cibuyut. Material tanah seluas 6,5 hektare menimbun permukiman, menyebabkan penurunan permukaan hingga 2 meter dan retakan sepanjang 25 meter. Data awal mencatat 46 korban: 23 selamat, dua meninggal, dan 21 hilang. Kerusakan struktural mencakup 12 rumah hancur serta ancaman bagi 16 unit lainnya.
Baca juga : Respons Cepat Polres Wonogiri Atasi Kecelakaan Truk Pasir Tunggal di Ngadirojo
Analisis akademis terhadap respons ini menyoroti pentingnya koordinasi multi-stakeholder dalam manajemen bencana berbasis klaster, yang selaras dengan prinsip Hyogo Framework for Action dan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction. Pendekatan ini tidak hanya mempercepat evakuasi tetapi juga meminimalkan risiko sekunder seperti penyakit pasca-bencana melalui integrasi layanan kesehatan dan logistik. Namun, tantangan jangka panjang meliputi mitigasi geologis di wilayah rawan longsor Jawa Tengah, di mana faktor deforestasi dan perubahan iklim semakin memperburuk vulnerabilitas. Studi kasus serupa di daerah pegunungan menunjukkan bahwa investasi pra-bencana pada pemetaan risiko dapat mengurangi korban hingga 40 persen, menurut penelitian Badan Geologi.
Pemerintah daerah kini fokus pada transisi dari respons darurat ke rekonstruksi berkelanjutan, termasuk relokasi potensial bagi komunitas di zona merah. Pemantauan cuaca oleh BMKG tetap krusial untuk mencegah eskalasi, sementara evaluasi pasca-operasi akan menjadi bahan pembelajaran nasional dalam penguatan ketahanan bencana.
Pewarta : Tur Hartoto

