
RI News Portal. Jakarta, 31 Agustus 2025 – Rumah mewah milik anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo, yang lebih dikenal sebagai Eko Patrio, di Jalan Karang Asem 1, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, menjadi sasaran penjarahan massa pada Sabtu malam, 30 Agustus 2025. Insiden ini terjadi pasca-demonstrasi besar-besaran di kawasan pusat ibu kota, yang dipicu oleh kemarahan publik terhadap isu-isu sosial dan politik, termasuk tunjangan DPR yang dianggap berlebihan. Peristiwa ini tidak hanya mencerminkan eskalasi ketegangan sosial, tetapi juga menyoroti krisis kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyat.
Berdasarkan pantauan di lokasi, rumah tiga lantai milik Eko Patrio mengalami kerusakan parah. Perabotan rumah tangga, pakaian, dan barang elektronik berserakan di lantai yang dipenuhi serpihan kaca dari pintu dan jendela yang pecah akibat lemparan benda keras. Massa yang terdiri dari berbagai kalangan, termasuk pria berpakaian modis, ibu-ibu, hingga remaja putri dalam pakaian tidur, terlihat keluar-masuk rumah sambil membawa barang-barang seperti kursi, lampu, koper, speaker studio, hingga kasur. Bahkan, beberapa kucing peliharaan, termasuk seekor kucing anggora dari kandang di basement, turut diambil dengan candaan, “Kucing mau saya adopsi,” dari seorang warga.
Aparat keamanan, termasuk petugas berpakaian loreng yang berjaga di sekitar lokasi, tampak kewalahan menghadapi gelombang massa yang terus berdatangan. Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, menyatakan bahwa jumlah personel yang dikerahkan tidak sebanding dengan banyaknya massa yang datang dalam tiga gelombang. Meski demikian, situasi dilaporkan terkendali pada Minggu pagi, dengan penjagaan ketat dari Polri dan TNI.

Penjarahan ini dipicu oleh penyebaran informasi melalui media sosial. Banyak warga mengaku mengetahui lokasi rumah Eko Patrio dari video siaran langsung dan cuplikan yang viral di berbagai platform. Aktivitas penjarahan menjadi tontonan publik, dengan kerumunan warga memenuhi jalan sekitar kompleks perumahan mewah tersebut. Komentar seperti, “Baru sampai nih, masih ada gak barang di dalem? Ada lah, cari aja,” mencerminkan suasana euforia di tengah kerusuhan.
Peristiwa ini juga menunjukkan bagaimana media sosial dapat mempercepat mobilisasi massa, sekaligus memperburuk situasi dengan menyebarkan narasi yang memicu kemarahan. Beberapa warga bahkan secara terbuka mengungkapkan kepuasan mereka dengan berkata, “Kapan lagi punya baju, sepatu milik orang kaya. Mas Eko… pak dewan yang baik… terima kasih yaa,” menandakan sentimen sinis terhadap elit politik.
Sebelum insiden ini, Eko Patrio menjadi sorotan akibat unggahan video parodi di akun TikTok pribadinya, @ekopatriosuper, yang menampilkan dirinya berakting sebagai disc jockey dengan musik “horeg.” Video tersebut menuai kritik keras dari warganet karena dianggap tidak sensitif terhadap permasalahan masyarakat, terutama di tengah gelombang demonstrasi nasional yang menuntut reformasi politik dan ekonomi. Kritik ini diperparah oleh konteks kematian seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang tewas dilindas mobil taktis Brimob pada 28 Agustus 2025, selama demonstrasi di depan kompleks DPR.
Baca juga : Presiden Prabowo Batalkan Kunjungan ke Beijing, Fokus Pantau Situasi Dalam Negeri
Menanggapi gelombang kritik, Eko Patrio mengunggah video permintaan maaf di akun Instagram pribadinya, @ekopatriosuper, pada Sabtu malam. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan, “Dengan penuh kerendahan hati, saya Eko Patrio menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada masyarakat atas keresahan yang timbul akibat perbuatan yang saya lakukan.” Ia juga berjanji untuk lebih berhati-hati dan mendengar aspirasi masyarakat. Namun, permintaan maaf ini tidak mampu mencegah aksi penjarahan yang terjadi beberapa jam kemudian.
Insiden penjarahan rumah Eko Patrio bukanlah peristiwa tunggal. Rumah anggota DPR lainnya, seperti Ahmad Sahroni dan Uya Kuya, juga menjadi sasaran massa pada malam yang sama, menandakan kemarahan publik yang meluas. Pengamat sosial menilai peristiwa ini sebagai puncak dari krisis kepercayaan terhadap DPR, yang diperparah oleh persepsi publik tentang ketidakpekaan wakil rakyat terhadap isu-isu rakyat kecil. Video parodi Eko Patrio, meskipun dimaksudkan sebagai hiburan, menjadi simbol ketidaksesuaian antara perilaku elit politik dan realitas sosial masyarakat.
Lebih jauh, aksi penjarahan ini mencerminkan polarisasi sosial yang kian tajam. Demonstrasi yang awalnya menuntut pembubaran DPR dan pengurangan tunjangan anggota dewan berubah menjadi tindakan anarkis, yang menunjukkan kegagalan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Kehadiran berbagai kalangan dalam aksi penjarahan—dari demonstran hingga warga sipil biasa—mengindikasikan bahwa kemarahan ini tidak hanya milik kelompok tertentu, tetapi telah menjadi sentimen kolektif.
Pihak berwenang telah meningkatkan pengamanan di sejumlah lokasi strategis, termasuk rumah Eko Patrio, untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Namun, insiden ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang efektivitas keamanan publik di tengah situasi krisis. Selain itu, peristiwa ini juga menjadi peringatan bagi para pejabat publik untuk lebih peka terhadap dinamika sosial dan dampak dari tindakan mereka di ruang publik, termasuk di media sosial.

Bagi Eko Patrio, insiden ini menjadi pukulan berat, baik secara personal maupun politik. Meskipun telah meminta maaf, kepercayaan publik terhadapnya dan institusi DPR kemungkinan akan terus tergerus jika tidak ada langkah konkret untuk menangani akar masalah, seperti ketimpangan ekonomi dan kurangnya representasi aspirasi rakyat.
Penjarahan rumah Eko Patrio pada 30 Agustus 2025 adalah cerminan dari ketegangan sosial dan krisis kepercayaan terhadap elit politik di Indonesia. Peristiwa ini, yang dipicu oleh unggahan media sosial yang kontroversial dan diperparah oleh dinamika demonstrasi, menunjukkan betapa rapuhnya hubungan antara wakil rakyat dan masyarakat. Untuk mencegah peristiwa serupa di masa depan, diperlukan dialog yang lebih inklusif, kepekaan sosial dari pejabat publik, dan reformasi sistemik untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Pewarta : Yogi Hilmawan
