
RI News Portal. Semarang, 25 Juli 2025 — Operasi Patuh Candi 2025 yang digelar oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah memasuki hari ke-11 dengan data yang menunjukkan urgensi peningkatan kesadaran dan disiplin berlalu lintas di kalangan masyarakat. Berdasarkan laporan resmi Posko Operasi, hingga Kamis (24/7/2025), petugas telah menindak sebanyak 54.421 kasus pelanggaran lalu lintas di seluruh wilayah hukum Polda Jawa Tengah. Data ini tidak hanya mencerminkan efektivitas pengawasan, tetapi juga menjadi indikator penting dalam kajian kebijakan publik dan etika sosial dalam berlalu lintas.
Dari total pelanggaran, 29.235 kasus dikenai sanksi tilang dan 25.186 kasus diberikan teguran, menandakan pola pelanggaran yang bervariasi dalam tingkat keparahannya. Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, dalam keterangan persnya di Mapolda Jateng pada Jumat pagi (25/7/2025), menyatakan bahwa tilang dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu 2.357 kasus melalui sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) dan 26.698 kasus melalui penindakan manual di lapangan.

Pelanggaran paling dominan berasal dari pengendara sepeda motor, yang mencatat 27.212 kasus, dengan rincian pelanggaran yang mencolok seperti tidak menggunakan helm SNI (16.353 kasus), melawan arus (3.482 kasus), pengendara di bawah umur (2.255 kasus), dan penggunaan knalpot brong (1.594 kasus). Sementara untuk kendaraan roda empat atau lebih, pelanggaran mencakup tidak mengenakan sabuk keselamatan (1.055 kasus) dan melanggar aturan lampu lalu lintas/APIL (332 kasus).
Menarik untuk dicermati, sebanyak 22.660 pelanggar berasal dari kelompok usia produktif 16 hingga 35 tahun, yang menunjukkan adanya tantangan dalam membangun budaya sadar hukum di kalangan muda. Dari sudut pandang sosiologis dan pendidikan hukum, hal ini menandai pentingnya pembaruan kurikulum pendidikan lalu lintas di tingkat sekolah dan perguruan tinggi.
Tidak hanya berfokus pada penindakan, Operasi Patuh Candi 2025 juga mencatat 416 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengakibatkan 14 korban jiwa, 12 korban luka berat, dan 512 korban luka ringan, serta kerugian material sebesar Rp440.300.000. Data ini mempertegas bahwa pelanggaran lalu lintas bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi berkaitan langsung dengan aspek keselamatan dan hak hidup warga negara.
Dari perspektif kebijakan publik dan keselamatan transportasi, kecelakaan-kecelakaan tersebut mengingatkan akan pentingnya upaya integratif yang melibatkan sektor kepolisian, pendidikan, teknologi transportasi, dan manajemen tata ruang kota.
Kombes Pol Artanto menegaskan bahwa strategi Operasi Patuh Candi 2025 menggunakan pendekatan preemtif, preventif, dan represif secara terpadu. Penindakan pelanggaran dilakukan dengan sasaran utama terhadap pelanggaran kasat mata yang berpotensi besar menimbulkan kecelakaan serius.
Namun demikian, pendekatan humanis juga menjadi landasan penting dalam pelaksanaan operasi. Pendekatan ini selaras dengan prinsip negara hukum demokratis, di mana penegakan hukum tidak semata-mata bersifat koersif, melainkan juga edukatif dan partisipatif.
Di akhir keterangannya, Kombes Pol Artanto mengimbau masyarakat untuk menjadikan keselamatan berlalu lintas sebagai kebutuhan primer, bukan sekadar kepatuhan hukum. Pernyataan ini mengandung pesan moral yang kuat: keselamatan di jalan adalah tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat.
“Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat, khususnya para pengguna jalan, untuk mematuhi aturan lalu lintas dan meningkatkan kesadaran kolektif demi menciptakan jalan raya yang aman dan tertib,” tegas Artanto.
Berangkat dari data empiris dan pendekatan akademis, Operasi Patuh Candi 2025 menjadi laboratorium sosial yang memperlihatkan korelasi erat antara budaya hukum, struktur pengawasan, dan partisipasi warga. Ke depan, keberhasilan operasi semacam ini bukan hanya diukur dari angka tilang atau teguran, tetapi dari seberapa jauh masyarakat mampu menginternalisasi nilai-nilai keselamatan dan etika berlalu lintas sebagai bagian dari kewarganegaraan aktif.
Dalam konteks itu, sinergi antara pemerintah, masyarakat sipil, institusi pendidikan, dan media menjadi elemen vital untuk menciptakan transformasi perilaku yang berkelanjutan di jalan raya.
Pewarta : Nandang Bramnatyo
