
RI News Portal. Pontianak — Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) kembali mengintensifkan pengawasan terhadap distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi melalui rapat koordinasi strategis yang digelar pada Senin, 28 Juli 2025. Rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kalbar, dr. Harisson, M.Kes., berlangsung di Ruang Rapat Arwana Kantor Gubernur Kalbar, dengan melibatkan sejumlah pemangku kepentingan seperti Hiswana Migas, DPD Organda Kalbar, Aliansi Supir Truk Kalbar, serta perangkat daerah terkait.
Rapat ini merupakan respons atas potensi kelangkaan BBM bersubsidi dan meningkatnya tekanan sosial berupa demonstrasi dari para sopir truk akibat antrean panjang di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Dalam forum tersebut, Harisson menegaskan pentingnya pembentukan Tim Pengawas Distribusi BBM Bersubsidi yang akan turun langsung ke lapangan guna melakukan pemantauan secara real-time dan mengambil langkah mitigatif atas persoalan yang terjadi.
“Dengan adanya SK Tim Pengawas, kita bisa turun langsung ke SPBU untuk melihat permasalahan dan mengambil keputusan untuk mencegah kelangkaan BBM bersubsidi,” ujar Harisson.

Salah satu langkah terobosan yang diambil Pemprov Kalbar adalah membuka ruang partisipasi langsung dari kelompok pengguna BBM bersubsidi, yakni para supir truk, dalam struktur tim pengawasan. Menurut Harisson, kehadiran Aliansi Supir Truk dalam tim tersebut akan memberikan perspektif lapangan yang lebih autentik dan menjembatani kebutuhan masyarakat transportasi barang dengan kebijakan distribusi energi.
Tim yang sedang dalam proses finalisasi Surat Keputusan (SK) ini juga akan melibatkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Forkopimda, dan Organda. Pengawasan menyeluruh ini diharapkan dapat mengurangi antrean kendaraan di SPBU, khususnya dalam penyaluran solar subsidi yang sering menjadi titik krisis.
“Pengawasan BBM subsidi di Kalbar harus diperkuat dengan kerja sama semua pihak dan penegakan hukum yang tegas, agar BBM subsidi dinikmati oleh masyarakat yang benar-benar berhak,” tegas Sekda Kalbar.
Baca juga : AREBI Dorong Kepatuhan Regulasi demi Masa Depan Industri Broker Properti yang Sehat
Dalam diskusi yang berlangsung terbuka, Sekretaris DPD Organda Kalbar, Matruji, membeberkan sejumlah keluhan dari sopir di lapangan. Ia menyatakan bahwa kebijakan jatah pengisian BBM oleh beberapa SPBU, yang dibatasi hanya Rp250.000 hingga Rp300.000 per kendaraan dan dalam jam-jam tertentu, dinilai kontraproduktif terhadap kebutuhan logistik.
“Pengisian BBM yang dibatasi dan diatur sepihak oleh SPBU menyebabkan antrean panjang di ruas jalan, mengganggu kelancaran distribusi barang, serta menimbulkan ketertiban umum,” ungkap Matruji.
Ia mendesak agar Pemprov Kalbar memberi prioritas pengisian bagi kendaraan bermuatan dengan kapasitas 50–80 liter agar distribusi logistik tidak terganggu, terutama ke wilayah-wilayah terpencil yang sangat bergantung pada kendaraan darat.
Langkah Pemprov Kalbar mencerminkan pendekatan collaborative governance dalam sektor energi dan transportasi. Pelibatan aktor non-pemerintah, khususnya pelaku langsung seperti sopir truk, menjadi praktik baik dalam membangun pengawasan yang lebih akurat, responsif, dan adil.
Dari perspektif kebijakan publik, pembentukan Tim Pengawas merupakan bentuk intervensi negara yang tidak hanya bersifat administratif tetapi juga korektif terhadap tata kelola distribusi energi bersubsidi. Di sisi lain, tantangan terbesar terletak pada konsistensi pelaksanaan di lapangan dan keberanian menindak pelanggaran distribusi yang sering melibatkan praktik-praktik spekulatif dan penyalahgunaan BBM subsidi.
Secara hukum, pengawasan terhadap distribusi BBM bersubsidi sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, serta diatur lebih lanjut oleh BPH Migas. Oleh karena itu, keterlibatan BPH Migas dalam Tim Pengawas sangat krusial agar pengawasan tidak hanya administratif, melainkan juga memiliki dasar regulasi yang kuat.
Melalui pembentukan Tim Pengawas yang inklusif dan berbasis kolaborasi lintas sektor, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan itikad serius dalam memastikan BBM bersubsidi didistribusikan secara adil dan tepat sasaran. Di tengah kompleksitas logistik dan kepentingan industri transportasi, solusi berbasis partisipasi seperti ini diharapkan menjadi model dalam penanganan krisis distribusi energi di daerah lain di Indonesia.
Pewarta : Eka Yuda
