
RI News Portal. Jakarta 14 Juli 2025 – Dalam rangka mencegah kekerasan terhadap peserta didik baru, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) menggencarkan pengawasan pada masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dengan menghadirkan sejumlah inisiatif strategis. Salah satu upaya konkret adalah pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (TPPKS) yang bertugas sebagai satuan tugas di lingkungan sekolah.
Kepala Dinas PPAPP Provinsi DKI Jakarta, Iin Mutmainnah, menjelaskan bahwa TPPKS terdiri dari para tenaga pendidik yang telah diberi pelatihan untuk mengidentifikasi, menangani, dan mencegah kekerasan di sekolah. “Kalau di sekolah ada Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (TPPKS). Itu guru, nanti di dalamnya,” ujar Iin saat ditemui di Jakarta Timur, Senin (14/7/2025).
Langkah ini diperkuat dengan hadirnya Pos Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) di berbagai Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Pos ini berfungsi sebagai tempat pengaduan awal, khususnya bagi anak-anak dan perempuan yang mengalami kekerasan baik secara fisik maupun verbal. “Kita siapkan tenaga ahli di situ untuk mendampingi atau menjangkau dari masalah pengaduan awal tadi. Kemudian baru diteruskan sesuai SOP sampai ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA),” lanjut Iin.

Iin juga menekankan bahwa penanganan kasus kekerasan akan disesuaikan dengan jenis dan tingkat keparahan kasus. Apabila diperlukan, kasus akan dirujuk ke rumah sakit atau ranah hukum sesuai dengan hasil asesmen dan kebutuhan korban. “Sampai selesai. Apakah ini ke ranah hukum, sosial, atau harus dirawat ke rumah sakit, kami komunikasikan ke pihak rumah sakit,” tambahnya.
Dalam konteks edukasi, Pemprov DKI Jakarta juga memastikan bahwa selama MPLS berlangsung, seluruh satuan pendidikan akan melaksanakan sosialisasi tentang pencegahan kekerasan secara serentak. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya membangun kesadaran kolektif siswa dan guru terhadap pentingnya lingkungan belajar yang aman dan bebas dari kekerasan.
Salah satu implementasi nyata terlihat di SMA Negeri 39 Jakarta Timur, tempat Iin turut hadir memberikan materi sosialisasi. Kepala sekolah SMAN 39, Icuk Yunadi, menegaskan komitmen pihak sekolah dalam mencegah kekerasan. “Jika ada yang melakukan tindak kekerasan, kita proses. SOP-nya ada. Nanti, kalau sudah ada pembinaan tiga kali, baru kita diskusikan dengan dewan guru untuk mengambil keputusan,” ujar Icuk.
Baca juga : Kemendag Prioritaskan Pengamanan Pasar Domestik dan Ekspansi Ekspor dalam Rencana Strategis 2026
Secara akademis, pendekatan yang diambil Pemprov DKI Jakarta merepresentasikan model kebijakan berbasis perlindungan anak (child protection policy) dalam konteks pendidikan. Kehadiran TPPKS dan Pos SAPA dapat dianalisis dalam kerangka teori sistem sosial Bronfenbrenner, di mana lingkungan sekolah (mesosistem) dan komunitas (eksosistem) berperan penting dalam mendeteksi dan merespons kekerasan.
Selain itu, kebijakan ini juga mengandung prinsip-prinsip restorative justice, dengan penyelesaian yang tidak hanya berorientasi pada sanksi, tetapi juga rehabilitasi, pendampingan, dan pemulihan korban. Penekanan pada pelibatan tenaga ahli dalam pendampingan menunjukkan integrasi lintas sektor antara pendidikan, sosial, kesehatan, dan hukum.
Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menekan angka kekerasan di lingkungan pendidikan melalui penguatan kelembagaan dan mekanisme pelaporan layak diapresiasi. Namun, efektivitas kebijakan ini tetap membutuhkan pemantauan ketat, pelatihan berkelanjutan bagi tenaga pendidik, dan pelibatan aktif masyarakat agar mampu menciptakan ekosistem pendidikan yang aman, inklusif, dan berkeadilan.
Pewarta : Yogi Hilmawan

