RI News Portal. Jakarta, 27 November 2025 – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa pemerintah tengah mengkaji secara serius pengenaan bea keluar (export levy) terhadap komoditas batu bara, dengan implementasi yang berpotensi dimulai pada 2026. Pernyataan ini menegaskan upaya pemerintah untuk menyeimbangkan penerimaan negara dari sektor pertambangan tanpa mengorbankan posisi kompetitif Indonesia di pasar global.
Dalam keterangan usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (27/11), Menkeu Purbaya menjelaskan bahwa porsi penerimaan negara dari ekspor batu bara saat ini masih jauh lebih rendah dibandingkan komoditas strategis lainnya, khususnya minyak dan gas bumi pada era kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) sebelum reformasi tata kelola migas.
“Kalau kita lihat PSC cost recovery zaman dulu, pemerintah bisa mendapatkan hingga 85 persen, sementara kontraktor hanya 15 persen. Pada batu bara, penerimaan negara masih jauh di bawah itu. Masih ada ruang untuk ditingkatkan tanpa harus mengganggu kelangsungan industri itu sendiri,” ujar Purbaya.

Ia menegaskan bahwa struktur bea keluar yang sedang dirancang tidak akan membuat batu bara Indonesia kehilangan daya saing di pasar internasional. Dampak utama, menurutnya, hanya akan terasa pada margin keuntungan pelaku usaha.
“Daya saing tetap terjaga. Yang berkurang hanya keuntungan pengusaha. Kalau mereka coba-coba menaikkan harga secara berlebihan, ya pasar yang akan menolak. Mekanisme pasar tetap akan bekerja,” tambahnya.
Wacana bea keluar batu bara muncul sejalan dengan rencana penerapan bea keluar emas yang juga dijadwalkan mulai 2026. Kedua kebijakan ini menjadi bagian dari strategi fiskal pemerintah untuk meningkatkan pendapatan non-pajak sekaligus mendorong hilirisasi komoditas mineral.
Terkait emas, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan bahwa kementerian terkait telah menyepakati kisaran tarif bea keluar antara 7,5 hingga 15 persen. Kebijakan ini diperkirakan mampu menyumbang tambahan penerimaan negara sebesar Rp2–6 triliun per tahun.
Baca juga : Dramatis di Wanda Metropolitano: Giménez Selamatkan Atletico Madrid dari Kehilangan Poin di Menit Akhir
“Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur teknis pelaksanaan bea keluar emas akan segera terbit dalam waktu dekat, mengingat ini merupakan amanat langsung dari Undang-Undang APBN 2026,” kata Febrio.
Pengamat kebijakan fiskal menilai langkah ini sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah mulai mengadopsi pendekatan “resource nationalism” yang lebih terukur dibandingkan dekade sebelumnya. Dengan tetap mempertahankan prinsip market-driven pricing, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor pertambangan terhadap pembangunan nasional tanpa memicu gejolak investasi asing yang signifikan.
Hingga berita ini diturunkan, Kementerian Keuangan bersama Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian masih melakukan simulasi mendalam terkait besaran tarif dan mekanisme progresif bea keluar batu bara agar dampaknya terhadap kontrak jangka panjang dan investasi hilirisasi tetap terkendali.
Kebijakan ini akan menjadi salah satu variabel penting yang diawasi pelaku pasar energi global menjelang transisi APBN 2026.
Pewarta : Yudha Purnama

