
RI News Portal. Jakarta, 4 Oktober 2025 – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan peran strategis pemerintah daerah (Pemda) dalam mendukung keberhasilan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang berbasis pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, Tito menyatakan bahwa Pemda harus proaktif menyiapkan RSUD sebagai rumah sakit pendidikan guna mendukung pemerataan tenaga dokter spesialis di Indonesia.
“Pemda memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan RSUD memenuhi standar sebagai pusat pendidikan dokter spesialis. Ini bukan hanya soal meningkatkan layanan kesehatan, tetapi juga memastikan dokter spesialis tersedia di seluruh wilayah,” ujar Tito.
Untuk memperkuat skema PPDS, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan menerbitkan Surat Edaran (SE) yang mengarahkan kepala daerah untuk mendukung program ini secara penuh. Selain itu, Tito mengungkapkan bahwa skema ini akan ditindaklanjuti melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni Mendagri, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Menteri Kesehatan. SKB ini akan mengatur kerja sama antara fakultas kedokteran dan RSUD sebagai rumah sakit pendidikan.

Pemda diminta untuk meningkatkan fasilitas, sumber daya manusia (SDM), dan infrastruktur kesehatan di RSUD agar memenuhi standar pendidikan dokter spesialis. Tito menekankan pentingnya alokasi anggaran yang memadai untuk mendukung transformasi RSUD menjadi pusat pendidikan. “Keberhasilan program ini sangat bergantung pada komitmen kepala daerah,” tambahnya.
Pemerintah juga sedang mengkaji penghapusan biaya PPDS yang selama ini dibebankan kepada calon dokter spesialis. Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban peserta sekaligus meningkatkan kualitas pendidikan dan layanan di rumah sakit pendidikan. “Jika biaya ditanggung pemerintah atau institusi, akses ke pendidikan spesialis akan lebih terjangkau,” kata Tito.
Namun, tantangan besar masih menghadang. Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, menyebut skema PPDS sebagai langkah progresif, tetapi memerlukan pendekatan yang hati-hati. Ia menyoroti bahwa sebagian besar RSUD di daerah masih berstatus tipe C, sementara syarat minimal untuk menjadi rumah sakit pendidikan adalah tipe B.
Baca juga : Sistem IMEI: Perlindungan Konsumen atau Beban Baru? Kemkomdigi Jelaskan
“Pemda harus fokus pada penguatan fasilitas RSUD sebelum program ini dijalankan secara penuh. Kuantitas dokter spesialis penting, tetapi kualitas pendidikan tidak boleh dikorbankan,” ujar Hermawan.
Hermawan juga mendukung usulan penghapusan biaya PPDS, dengan catatan bahwa beban finansial sebaiknya ditanggung oleh pemerintah atau institusi pendidikan, bukan individu. Ia menambahkan bahwa pelibatan rumah sakit swasta dalam skema PPDS dapat memperluas cakupan program ini. “RSUD saja tidak cukup. Rumah sakit swasta juga bisa menjadi mitra strategis,” katanya.
Keberhasilan program PPDS juga bergantung pada regulasi yang jelas dan koordinasi yang kuat antar kementerian. Hermawan menekankan pentingnya SKB tiga menteri untuk mengatur tata kelola program, mulai dari pemerataan dokter spesialis hingga jaminan kualitas pendidikan. “Regulasi harus konsisten dan implementasinya di lapangan perlu pengawasan ketat,” tegasnya.
Dengan dukungan penuh dari Pemda, penguatan RSUD, dan kerja sama lintas kementerian, program PPDS diharapkan dapat mempercepat pemerataan dokter spesialis di Indonesia. Langkah ini dianggap krusial untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan berkualitas di seluruh penjuru negeri.
Pewarta : Yudha Purnama
