
RI News Portal. Semarang, 7 Juli 2025 — Persidangan kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, kembali mengungkap fakta baru terkait pengelolaan dana iuran kebersamaan pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (7/7), salah satu pegawai Bapenda, Syarifah, memberikan kesaksian mengejutkan. Ia mengaku telah memusnahkan seluruh buku pencatatan pengeluaran dan penerimaan uang iuran kebersamaan atas instruksi langsung Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari.
Syarifah menjelaskan tindakan pemusnahan tersebut dilakukan dengan cara membakar buku-buku catatan keuangan di akhir Desember 2023 atau awal Januari 2024, tepat saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan pemeriksaan terhadap praktik iuran kebersamaan dari upah pungut pajak pegawai.
“Instruksi ini disampaikan agar KPK RI tidak sampai membawanya sebagai barang bukti pemotongan insentif pajak pegawai Bapenda,” ujar Syarifah di hadapan Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi.

Lebih lanjut, Syarifah juga membeberkan bahwa pada Desember 2022 sempat ada permintaan uang sebesar Rp300 juta yang disampaikan oleh Indriyasari, diklaim sebagai permintaan dari Mbak Ita. Namun, ia mengaku tidak mengetahui adanya proses pengembalian dana sebesar Rp2,2 miliar dari Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri.
“Saya tidak tahu soal pengembalian uang dan tidak disetorkan ke saya,” tegasnya.
Sidang yang berlangsung terbuka ini juga menghadirkan saksi lain, Bambang Prihartono, seorang pejabat Kepala Bidang di Bapenda Kota Semarang. Bambang menyatakan memperoleh informasi dari Indriyasari mengenai permintaan uang dari Mbak Ita dan suaminya, namun ia diperintahkan untuk tidak memberitahukan hal tersebut kepada seluruh pegawai.
Baca juga : Indonesia Tegaskan Komitmen Perdamaian dan Reformasi Global di KTT BRICS 2025
“Ada empat orang termasuk saya yang tahu. Kami tidak diperbolehkan menyampaikan ke pegawai Bapenda lainnya,” tutur Bambang.
Selain itu, ia hanya mendengar secara tidak langsung dari rekannya, Binawan, bahwa uang yang diminta oleh Mbak Ita dan Alwin Basri telah dikembalikan, tetapi ia tidak mengetahui lebih lanjut ke mana dana itu disalurkan.
Kesaksian lain datang dari Yulia Adityorini, yang pernah menjabat sebagai Kepala Bidang di Bapenda hingga Agustus 2023 sebelum dimutasi ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Semarang. Ia mengonfirmasi adanya pembahasan mengenai permintaan uang Rp300 juta bersama dua saksi lain dan Indriyasari.
“Saya tidak tahu detailnya. Setelah Agustus 2023 saya sudah pindah ke DPMPTSP,” jelas Yulia.
Tinjauan Akademis
Kasus ini mencerminkan potensi praktik maladministrasi dan obstruction of justice dalam konteks tata kelola pemerintahan daerah. Pemusnahan dokumen pembukuan yang diduga menjadi barang bukti kuat menimbulkan implikasi serius terhadap penegakan hukum dan transparansi birokrasi.
Dari perspektif hukum pidana, tindakan pembakaran buku pencatatan keuangan berpotensi dikategorikan sebagai upaya menghalangi proses penyidikan (obstruction of justice), yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 KUHP tentang penyertaan.
Selain itu, penuturan para saksi juga memperlihatkan pola relasi kuasa dalam struktur birokrasi daerah, di mana pejabat berwenang dapat memberi instruksi untuk menutupi praktik pungutan tidak sah. Hal ini menjadi preseden buruk dalam upaya mewujudkan pemerintahan daerah yang bersih dan akuntabel.
Sidang perkara korupsi yang menyeret nama mantan Wali Kota Semarang ini masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi dan terdakwa, termasuk menelusuri aliran dana Rp300 juta dan proses pengembalian uang Rp2,2 miliar yang masih belum terungkap sepenuhnya.
Pewarta : Dandi Setiawan

