RI News Portal. Gianyar, Bali – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa kapitalisasi pasar modal Indonesia telah mendekati ambang batas 70% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional menjelang akhir 2025, dengan rasio saat ini mencapai 69,18%. Pencapaian ini melampaui proyeksi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang menetapkan target 68% pada 2029, sehingga mempercepat kemajuan empat tahun lebih awal.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, dalam acara Capital Market Journalist Workshop-Media Gathering 2025 di Kabupaten Gianyar, Bali, pada Sabtu. “Tinggal sedikit lagi, sekarang sudah 69,18 persen (PDB), mudah-mudahan sebelum akhir tahun sudah mencapai 70 persen (PDB),” katanya, menekankan optimisme terhadap momentum pertumbuhan yang berkelanjutan.
Data penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat, 14 November 2025, menunjukkan kapitalisasi pasar mencapai Rp15.316 triliun. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat pada level 8.370,44, dengan penguatan 18,23% sejak awal tahun (year-to-date). Kenaikan ini didorong oleh likuiditas yang meningkat, di mana rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) hingga 24 Oktober 2025 mencapai Rp16,46 triliun, naik 28% dibandingkan Rp12,85 triliun pada akhir Desember 2024.

Nilai PDB Indonesia, berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF) per 10 Januari 2025, diperkirakan sebesar 1,49 triliun dolar AS, setara dengan sekitar Rp24 kuadriliun. Rasio kapitalisasi pasar terhadap PDB yang hampir mencapai 70% mencerminkan pendalaman pasar modal domestik, yang selama ini bergantung pada sektor perbankan sebagai sumber pembiayaan utama.
Inarno menambahkan, “Syukur alhamdulillah kita enggak perlu menunggu 2029 saat ini sudah menyentuh 69,18 persen dari PDB.” Pencapaian ini tidak hanya mempercepat target RPJMN, tetapi juga menandakan resiliensi pasar modal di tengah volatilitas global, termasuk fluktuasi suku bunga dan ketegangan geopolitik.
Analis pasar modal independen menilai bahwa faktor pendorong utama meliputi inflow investasi asing, diversifikasi instrumen keuangan derivatif, dan inisiatif bursa karbon yang mulai beroperasi. Namun, tantangan seperti ketergantungan pada emiten besar dan perlunya peningkatan literasi investor ritel tetap menjadi fokus OJK untuk menjaga sustainabilitas pertumbuhan.
Dengan sisa waktu kurang dari dua bulan hingga akhir 2025, OJK mengintensifkan program edukasi dan pengawasan untuk memastikan target 70% tercapai tanpa mengorbankan stabilitas. Keberhasilan ini berpotensi menjadi benchmark bagi negara berkembang lain dalam mengembangkan pasar modal sebagai pilar ekonomi nasional.
Pewarta : Kade (NAL)

