RI News Portal. Wonogiri, Rabu, 3 Desember 2025 – Balai Kelurahan Pagutan, Kecamatan Manyaran, dipenuhi warga dan relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana) setempat. Mereka mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana, inisiatif Pemerintah Kelurahan Pagutan bersama lembaga desa yang digelar sebagai respons langsung terhadap kerentanan wilayah terhadap tanah longsor, angin puting beliung, dan kebakaran.
Kegiatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan upaya sistematis membangun budaya tanggap bencana dari tingkat rumah tangga hingga komunitas. “Kesiapsiagaan bukan lagi pilihan, tapi keharusan,” tegas Sukadi, SE, Kepala Kelurahan Pagutan, dalam sambutannya. Ia menekankan bahwa pengetahuan teknis saja tidak cukup; yang dibutuhkan adalah perubahan perilaku kolektif sehingga setiap warga mampu menjadi “first responder” di lingkungannya sendiri ketika bencana datang tanpa permisi.
Hadir memperkuat pesan tersebut adalah Sri Mariyati, S.Sos., M.AP., Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Wonogiri. Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menempatkan masyarakat sebagai subjek utama, bukan objek pasif. “Bencana selalu tiba-tiba. Yang bisa kita kendalikan hanya seberapa siap kita menyambutnya,” ujarnya sembari menyinggung masih adanya sebagian masyarakat yang menganggap pembicaraan bencana sebagai “pembawa sial”. Paradigma itu, menurutnya, harus diubah menjadi kesadaran proaktif.

Dari unsur TNI, Serka Agus Suranto (Babinsa Koramil 11/Manyaran) menyampaikan komitmen Kodim 0728/Wonogiri untuk terus mendampingi pemerintah desa dalam operasi militer selain perang (OMSP), termasuk penanggulangan bencana. Ia menekankan pentingnya membangun “early warning” berbasis komunitas terkecil: “Mulai dari rumah tangga dan RT, saling mengingatkan. Kesadaran individu akan menular menjadi kesadaran kolektif.”
Sementara itu, Aipda Suwondo dari Polsek Manyaran menegaskan peran kepolisian tidak lagi terbatas pada penegakan hukum semata. Dalam situasi bencana, Polri bertransformasi menjadi koordinator lapangan yang memastikan alur evakuasi, pengamanan harta benda, dan distribusi bantuan berjalan tertib. “Kami bukan hanya datang saat ada kejadian, tapi juga hadir di tahap pencegahan seperti hari ini,” katanya.
Pelatihan kali ini juga melibatkan Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Wonogiri yang diwakili Arga Maulana. Materi yang disampaikan mencakup teknik evakuasi mandiri, pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) berbasis sumber daya lokal, hingga penyusunan peta rawan bencana tingkat RW.
Baca juga : Rans Simba Bogor Lepas Devon van Oostrum akibat Regulasi Baru IBL 2026
Bagi warga Pagutan, pelatihan ini menjadi pengingat bahwa wilayah mereka berada di zona merah tanah longsor, terutama di lereng-lereng perbukitan yang semakin labil akibat alih fungsi lahan dan intensitas hujan ekstrem. Beberapa titik kritis bahkan pernah mengalami pergerakan tanah pada musim penghujan tahun-tahun sebelumnya.
“Kami ingin warga tidak lagi panik ketika bencana datang. Yang kami harapkan adalah mereka tahu harus ke mana, membawa apa, dan melindungi siapa,” tutup Sukadi.
Di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin nyata, inisiatif kecil di tingkat kelurahan seperti yang dilakukan Pagutan ini menjadi contoh bagaimana kesadaran kolektif dapat lahir dari bawah—bukan hanya menunggu instruksi dari atas.
Pewarta : Nandar Suyadi

