
RI News Portal. Jakarta – Pernahkah Anda membayangkan terbang tinggi di atas punggung seekor naga yang ramah? Film terbaru How to Train Your Dragon mungkin bisa menjadi pilihan tepat — dari jarak yang lebih aman, tentu saja — meskipun sensasinya tetap bisa membuat kepala berputar.
Adaptasi langsung dari kisah petualangan yang sebelumnya kurang mendapat sorotan ini membawa penonton terbang ke awan bersama Hiccup, bocah Viking remaja, dan Toothless, naga setianya. Sensasi mendalam dan rasa puas yang membahagiakan ini mungkin membuat Anda lupa sejenak untuk bernapas — dan yang lebih penting, Anda tetap duduk nyaman di kursi bioskop. Sebuah apresiasi khusus patut diberikan kepada sinematografer kawakan Bill Pope, yang sudah tidak asing lagi dengan dunia fantasi lewat karyanya di The Matrix maupun Scott Pilgrim vs. The World.
Film ini tidak banyak berbeda dari versi animasinya, baik dari segi pengambilan gambar maupun alur cerita. Gerard Butler kembali memerankan Kepala Stoick the Vast, pemimpin Berk. Sedangkan Mason Thames, yang berperan sebagai Hiccup, bahkan terdengar sedikit mengingatkan pada Jay Baruchel, pemeran versi animasinya. Namun, berbeda dengan banyak film animasi yang dibuat versi live-action dan sering kali terasa berlebihan atau malah menjadi tiruan buruk, How to Train Your Dragon tetap mempertahankan keajaiban aslinya.

Hal ini tentu berkat kehadiran Dean DeBlois sebagai sutradara, sosok di balik trilogi animasi aslinya. Siapa lagi yang lebih tepat untuk menghidupkan kembali karakter-karakter kesayangan ini selain sang pencipta? Lebih dari itu, DeBlois tahu betul bagaimana memanfaatkan keunggulan live-action untuk memperkaya dunia yang diciptakan oleh penulis Cressida Cowell. Teknologi efek visual pun telah berkembang pesat sejak era DragonHeart, sehingga naga-naga CG yang menyemburkan api ini terasa sangat nyata. Meski tampil dengan nuansa yang mengingatkan pada Lord of the Rings atau Game of Thrones, film ini tetap ringan dan cocok dinikmati oleh penonton muda. Ada beberapa adegan menegangkan, namun tidak lebih intens dibandingkan film animasi aslinya yang sudah berusia 15 tahun.
Awal cerita memang berjalan agak lambat, meskipun dimulai dengan pertempuran sengit antara bangsa Viking dan naga di Pulau Berk. Banyak eksposisi dan pengenalan karakter yang harus dilewati sebelum penonton benar-benar tenggelam dalam alur cerita. Versi ini juga menambahkan unsur multikultural dengan menghadirkan prajurit dari berbagai suku di seluruh dunia yang direkrut untuk menghadapi naga. Hiccup sendiri adalah bayi dari keluarga bangsawan Viking, putra kepala suku yang memiliki status istimewa sekaligus merasa terasing di dunia para pejuang keras itu. Tubuhnya yang kurus dan lemah membuatnya sulit diterima, sebab dalam budaya mereka, membunuh naga adalah simbol keberanian dan kehormatan. Sementara itu, Astrid (Nico Parker), kekasih Hiccup, adalah salah satu prajurit muda yang paling menjanjikan. Hanya Gobber (Nick Frost), pandai besi sekaligus guru pembunuh naga yang humoris, yang percaya pada Hiccup dan berhasil meyakinkan sang kepala suku memberinya kesempatan.
Baca juga : Marinir Ambil Alih Pengamanan Gedung Federal di Los Angeles Usai Protes Imigrasi
Film benar-benar menemukan “mesin penggeraknya” ketika Hiccup bertemu Toothless, seekor naga Night Fury bermata besar yang tak mampu ia bunuh. Alih-alih membunuh, Hiccup memilih mempelajari dan memahami makhluk itu, yang ternyata tidak semenakutkan yang selama ini diyakini semua orang. How to Train Your Dragon berhasil mengajarkan nilai empati dan kecerdikan tanpa terdengar menggurui. Mason Thames, yang juga masih remaja, berhasil memerankan dengan baik sosok Hiccup yang canggung sekaligus berani. Anda bisa menghadirkan banyak naga lucu, tapi jika hubungan antarmanusia tidak kuat, penonton akan cepat kehilangan minat.
Gerard Butler tampak menikmati perannya sebagai kepala suku dengan aura tegas sekaligus penuh semangat. Sementara Nico Parker memberikan kedalaman pada tokoh Astrid, yang menjadi sosok terbaik dalam kelompok yang seringkali kurang menonjol dalam pertarungan berat ini.

Anak-anak layak mendapatkan film yang dibentangkan di atas layar selebar mungkin. How to Train Your Dragon adalah salah satu film yang pantas ditonton di bioskop. Film ini berpotensi memicu imajinasi anak-anak, entah untuk kembali membaca bukunya atau berangan-angan menciptakan dunia mereka sendiri. Dan jangan khawatir, tidak ada yang akan berteriak “penunggang ayam” di sini.
How to Train Your Dragon, yang didistribusikan oleh Universal Pictures dan tayang di bioskop mulai Jumat, mendapatkan rating PG dari Motion Picture Association karena “rangkaian aksi dan bahaya yang intens.” Durasi film ini adalah 125 menit, dan saya memberi nilai tiga setengah bintang dari empat.
Pewarta : Vie

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal
#teman, #all, #wartawan, #berita