
RI News Portal. Semarang, Bagi sebagian besar masyarakat, malam hari adalah waktu yang dinanti untuk beristirahat setelah seharian beraktivitas. Namun, ketika jarum jam beranjak melewati tengah malam, muncul pertanyaan mengenai idealnya waktu tidur, terutama jika ditinjau dari sudut pandang agama dan budaya. Apakah kebiasaan tidur larut malam membawa berkah ibadah atau justru menjauhkan dari keberkahan? Artikel ini akan menelisik lebih dalam melalui lensa ajaran Islam dan kearifan adat istiadat Jawa.

Perspektif Agama Islam: Anjuran Tidur Awal
Dalam ajaran Islam, terdapat anjuran yang kuat untuk tidur di awal malam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diriwayatkan tidak menyukai berbincang-bincang atau melakukan aktivitas yang kurang bermanfaat setelah menunaikan shalat Isya. Anjuran ini bukan tanpa alasan. Tidur lebih awal membuka kesempatan bagi seorang Muslim untuk meraih keutamaan waktu di sepertiga malam terakhir. Saat itu, pintu langit terbuka, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menawarkan ampunan serta mengabulkan doa-doa hamba-Nya yang khusyuk melalui ibadah seperti shalat Tahajud dan berzikir. Inilah potensi berkah ibadah yang bisa diraih dengan tidur lebih awal.
Lebih lanjut, tidur sebelum tengah malam menjadi kunci untuk menjaga kualitas pelaksanaan ibadah wajib, terutama shalat Subuh. Bangun dengan segar dan tepat waktu untuk menunaikan shalat Subuh berjamaah merupakan prioritas dalam agama Islam. Melewatkan shalat Subuh karena terlelap akibat begadang dianggap sebagai sebuah kelalaian yang patut disesali, sebuah bentuk kehilangan berkah dalam ibadah.
Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa Islam tidak secara eksplisit mengharamkan tidur setelah pukul dua belas malam. Dalam kondisi tertentu, seperti adanya pekerjaan, tugas belajar, atau kebutuhan untuk menjaga orang sakit, tidur larut malam diperbolehkan. Namun, prinsip utamanya adalah bagaimana mengatur waktu istirahat agar tidak sampai mengorbankan kewajiban agama dan mengganggu kesehatan secara keseluruhan.
Kearifan Adat Istiadat Jawa: Harmoni dengan Alam dan Waktu yang Sakral
Dalam kearifan adat istiadat Jawa, terdapat pandangan yang selaras dengan ritme alam dan waktu. Malam hari secara tradisional dianggap sebagai waktu untuk beristirahat dan memulihkan tenaga setelah seharian beraktivitas. Pepatah Jawa, “Lintang kemukus katon, wayahe wong turu” (Bintang komet terlihat, waktunya orang tidur), secara implisit mengingatkan untuk tidak terjaga terlalu larut malam. Munculnya bintang komet di langit malam menjadi penanda alami akan datangnya waktu istirahat yang seyogyanya dipatuhi.
Baca juga : Kurang dari 48 Jam, Polsek Gemolong Tangkap Pelaku Penganiayaan Bersajam; Korban Ucapkan Terima Kasih
Lebih lanjut, dalam kepercayaan tradisional Jawa, periode tengah malam hingga dini hari seringkali dianggap sebagai waktu yang memiliki nuansa spiritual tersendiri, bahkan dianggap “wingit” atau sakral. Meskipun tidak selalu didasarkan pada alasan rasional, ada kepercayaan bahwa pada waktu tersebut, energi alam atau bahkan makhluk halus dapat lebih aktif. Hal ini secara tradisional mendorong masyarakat Jawa untuk menghindari aktivitas yang tidak perlu di larut malam dan lebih memilih untuk beristirahat.
Bangun pagi juga memiliki nilai yang tinggi dalam adat Jawa. Orang yang bangun pagi diasosiasikan dengan kerajinan, produktivitas, dan kelancaran rezeki. Ungkapan “Esuk umun-umun wis makaryo” (Pagi-pagi buta sudah bekerja) mencerminkan etos kerja dan keutamaan memulai hari sejak pagi. Dengan demikian, tidur lebih awal secara tidak langsung mendukung terciptanya kebiasaan bangun pagi yang dihargai dalam budaya Jawa.
Kesimpulan
Baik ajaran Islam maupun kearifan adat istiadat Jawa memiliki pandangan yang cenderung menganjurkan untuk tidak tidur terlalu larut malam. Islam menekankan pentingnya ibadah malam, sementara adat Jawa menyoroti harmoni dengan alam dan nilai-nilai tradisional terkait waktu istirahat. Meskipun konteks modern mungkin menghadirkan kebutuhan untuk beraktivitas di malam hari, bijaksana untuk tetap mempertimbangkan anjuran-anjuran ini demi menjaga kesehatan spiritual, fisik, dan selaras dengan kearifan lokal. Menemukan keseimbangan antara tuntutan zaman dan nilai-nilai luhur agama serta budaya menjadi kunci dalam menjalani kehidupan yang lebih baik.
Pewarta : Afin

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal
selamat pagi kru rinews sehat selalu salam satu pena