
RI News Portal. Sintang, 28 Juli 2025 — Menyambut tahun ajaran baru 2025/2026, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sintang menegaskan kembali larangan praktik jual beli buku pelajaran di lingkungan sekolah. Pernyataan tegas ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sintang, Yustinus J., sebagai langkah preventif terhadap potensi praktik pungutan liar (pungli) di sektor pendidikan.
Dalam keterangan resminya pada Jumat (25/7/2025), Yustinus menyampaikan bahwa pihaknya telah menerbitkan surat edaran kepada seluruh satuan pendidikan sejak masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Edaran tersebut berisi instruksi larangan pungli dan penjualan buku pelajaran maupun lembar kerja siswa (LKS) secara langsung kepada murid.
“Untuk buku paket dan buku LKS kita sudah membuat surat edaran pada saat penerimaan peserta didik baru, dalam surat edaran itu yang pertama tidak boleh melakukan pungutan liar, termasuk juga menjual buku,” ujar Yustinus.

Penekanan ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga berangkat dari prinsip perlindungan terhadap hak-hak peserta didik dan orang tua. Praktik penjualan buku oleh guru atau pihak sekolah dinilai dapat menciptakan beban ekonomi tambahan serta membuka celah konflik kepentingan antara tanggung jawab pedagogis dan kepentingan finansial.
Lebih lanjut, Yustinus menegaskan bahwa buku pelajaran semestinya menjadi bagian dari pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan yang wajib disediakan melalui alokasi dana dari pemerintah pusat maupun daerah. Adapun jika sekolah mengalami kekurangan, pengadaan tambahan harus dilakukan melalui mekanisme resmi, transparan, dan akuntabel.
“Kalau semisal buku paket sekolah belum mampu menyediakan semuanya, ya siapkanlah sesuai kebutuhan. Kalau LKS memang kita melarang, karena LKS itu bisa mengajak guru untuk malas,” tambahnya, merujuk pada kecenderungan penyalahgunaan LKS sebagai alat evaluasi instan yang mengabaikan pengembangan metode ajar yang lebih kreatif.
Baca juga : Pemprov Kalbar Bentuk Tim Pengawas BBM Bersubsidi: Langkah Kolaboratif Hadapi Kelangkaan dan Antrian Panjang
Yustinus juga menyerukan pentingnya integritas dan profesionalisme guru dalam menjalankan peran mereka sebagai pendidik. Ia menyampaikan bahwa pembelajaran yang efektif tidak selalu bergantung pada buku cetak, tetapi juga pada inisiatif guru dalam merancang bahan ajar yang kontekstual dan mudah dipahami siswa.
“Kita berharap tidak ada lagi jual-jual LKS dan lainnya, kalaupun ada siswa mau membeli silakan, tapi jangan dipaksakan dan jangan guru yang menjual. Silakan lewat toko buku, koperasi sekolah ataupun bazar buku,” ujarnya.
Kebijakan ini sejalan dengan upaya nasional dalam mendorong pendidikan bebas pungli sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Selain itu, pendekatan ini juga mendukung prinsip penyelenggaraan pendidikan yang berkeadilan dan menjamin akses setara bagi seluruh peserta didik, terutama dari keluarga prasejahtera.
Larangan praktik jual beli buku oleh guru dapat dilihat sebagai bagian dari reformasi tata kelola pendidikan di tingkat daerah. Hal ini penting untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang akuntabel dan menjunjung tinggi etika profesi guru. Dalam perspektif pendidikan kritis, pendekatan ini juga mendukung pergeseran dari praktik pendidikan berbasis transaksi menuju pembelajaran berbasis relasi, nilai, dan partisipasi aktif siswa.
Dengan demikian, kebijakan yang ditegakkan Dinas Pendidikan Sintang tidak hanya memiliki nilai administratif, tetapi juga mengandung dimensi etika, sosial, dan pedagogis yang patut diapresiasi serta diimplementasikan secara berkelanjutan.
Pewarta : Salmi Fitri
