RI News Portal. Jakarta, 14 November 2025 – Dalam sebuah upacara kenegaraan yang penuh makna simbolis, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyambut kunjungan resmi Raja Abdullah II ibn Al Hussein dari Kerajaan Hasyimiah Yordania di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat sore. Kunjungan ini tidak hanya menandai kelanjutan hubungan diplomatik bilateral, tetapi juga mencerminkan kedalaman ikatan pribadi antara kedua pemimpin yang telah terjalin sejak dekade 1990-an, dengan implikasi potensial terhadap penguatan kerja sama di bidang pertahanan, ekonomi, dan pendidikan.
Analisis akademis terhadap kunjungan ini menyoroti dimensi historis yang jarang dieksplorasi dalam liputan konvensional. Persahabatan Prabowo-Abdullah bermula dari latar belakang militer bersama sebagai alumni program ranger Angkatan Darat Amerika Serikat di Fort Benning. Pertemuan pertama mereka tercatat pada 4 Desember 1995, saat pelantikan Prabowo sebagai Komandan Jenderal Kopassus. Ikatan ini semakin kokoh ketika Prabowo, pasca-keluar dari Indonesia pada 1998, menerima sambutan kehormatan di Yordania, termasuk tawaran kewarganegaraan yang ditolaknya demi mempertahankan identitas nasional Indonesia. Dari perspektif ilmu hubungan internasional, hubungan personal semacam ini—sering disebut sebagai “diplomasi pribadi”—dapat menjadi katalisator untuk aliansi strategis, sebagaimana dibuktikan oleh kunjungan balasan Prabowo ke Amman pada 14 April 2025, yang menghasilkan tiga memorandum of understanding (MoU) dan satu perjanjian kerja sama pertahanan.
Prosesi penyambutan dimulai dengan kedatangan Raja Abdullah II di Landasan Udara Halim Perdanakusuma pukul 16.05 WIB, di mana Presiden Prabowo secara langsung menyambutnya. Kedua pemimpin kemudian berpindah ke Istana Merdeka dalam satu kendaraan, tiba pukul 16.49 WIB, diiringi pasukan pengawal bermotor dan berkuda. Elemen ini, meski protokoler, mengandung nilai simbolik dalam tradisi diplomasi kerajaan Timur Tengah, yang menekankan kehormatan dan kesetaraan. Di halaman Istana Merdeka, ratusan pelajar sekolah dasar mengibarkan bendera nasional kedua negara, menciptakan atmosfer inklusif yang melibatkan generasi muda—sebuah pendekatan yang selaras dengan agenda pendidikan bilateral pasca-MoU April lalu.

Upacara inti berlangsung di serambi barat, dengan Presiden Prabowo mengenakan jas abu-abu gelap berdasi biru, dan Raja Abdullah II dalam jas hitam berdasi merah. Prosesi diawali pemutaran lagu kebangsaan Yordania diikuti Indonesia Raya, disertai 21 dentuman meriam sebagai salut kehormatan. Inspeksi pasukan kehormatan dan sapaan kepada pelajar menunjukkan penekanan pada aspek humanis, sementara perkenalan delegasi—termasuk Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani, serta Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya—mencerminkan komitmen multidimensi pemerintahan Indonesia.
Agenda lanjutan mencakup sesi foto dan penandatanganan buku tamu di Ruang Kredensial, diikuti pertemuan tête-à-tête di ruang kerja presiden. Dari sudut pandang analisis kebijakan luar negeri, pertemuan empat mata ini berpotensi membahas isu-isu kontemporer seperti stabilitas regional di Timur Tengah, diversifikasi investasi melalui inisiatif Danantara Indonesia, dan kolaborasi sains-teknologi, mengingat latar belakang MoU sebelumnya. Kunjungan ini juga dapat dilihat sebagai respons strategis Indonesia terhadap dinamika geopolitik global, di mana Yordania berperan sebagai mitra stabil di kawasan yang volatil.
Baca juga : Brimob Jateng Rayakan HUT ke-80 dengan Tasyakuran Khidmat: Fokus Presisi untuk Masyarakat
Secara keseluruhan, kunjungan Raja Abdullah II bukan sekadar ritual diplomatik, melainkan manifestasi dari “soft power” berbasis sejarah pribadi yang dapat memperkuat posisi Indonesia di forum internasional. Penelitian lebih lanjut di bidang studi Timur Tengah dan Asia Tenggara diperlukan untuk mengevaluasi dampak jangka panjangnya terhadap arus investasi dan pertukaran pengetahuan bilateral.
Pewarta : Yudha Purnama

