RI News Portal. Tapanuli Tengah, 6 Desember 2025 – Dua minggu setelah bencana banjir dan tanah longsor melanda Kabupaten Tapanuli Tengah pada 25 November lalu, ribuan warga masih belum dapat mengakses air bersih melalui jaringan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Kerusakan parah pada instalasi intake dan pipa distribusi memaksa masyarakat beralih total ke mata air pegunungan Aek Matauli sebagai sumber utama kebutuhan rumah tangga.
Di Kecamatan Pandan, antrean panjang warga dengan jeriken dan drum plastik telah menjadi pemandangan rutin di sepanjang Jalan Zainal Hutagalung dan Jalan Madse Gelar Kesayangan. “Kami hanya tahu air dari Matauli yang masih jernih. Untuk mandi, masak, minum, semua dari sini,” ujar Tora Limbong, warga setempat yang ditemui akhir pekan lalu.
Biaya menjadi masalah baru yang signifikan. Harga satu galon isi ulang 20 liter dari kios-kios swadaya berkisar Rp2.000. Bagi keluarga dengan kebutuhan 15–20 galon per hari, pengeluaran air bersih kini mencapai Rp30.000–Rp40.000 setiap harinya—angka yang melebihi pengeluaran normal saat jaringan PDAM masih berfungsi. “Dulu tagihan PDAM sebulan mungkin cuma Rp50–70 ribu. Sekarang sehari saja bisa Rp32 ribu,” keluh Desiana, warga Sibuluan yang mengantre bersama keponakannya dengan becak motor.

Meski bantuan air tangki dari pemerintah daerah dan sejumlah legislator terus berdatangan, warga enggan menggunakannya untuk konsumsi. “Air tangkinya keruh, berbau lumpur. Kami pakai hanya untuk nyuci piring dan baju,” kata Rio, salah satu penjaga kios air.
Inisiatif swadaya muncul di tengah keterbatasan. Beberapa kampung menggalang iuran untuk membeli selang panjang ratusan meter dan menarik air langsung dari lokasi mata air yang lebih tinggi di Perbukitan Aek Matauli. “Kami tidak menaikkan harga. Yang penting saling bantu,” tegas Ryo, pemilik salah satu kios yang melayani puluhan keluarga setiap hari.
Hingga hari ke-12 pascabencana, Badan SAR Nasional Kantor Nias mencatat 115 korban meninggal dunia, 169 orang masih dalam pencarian, dan 549 jiwa berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat di wilayah Tapanuli Tengah. Kerusakan infrastruktur air bersih menjadi salah satu dampak lanjutan yang paling dirasakan warga di luar korban jiwa dan kerugian materi.
Pemulihan jaringan PDAM hingga kini belum dapat dipastikan waktu penyelesaiannya. Warga hanya berharap perbaikan instalasi intake yang terkubur longsor dan pipa-pipa yang putus di beberapa titik dapat segera ditangani agar ketergantungan pada mata air pegunungan tidak berlarut-larut.
Di tengah musim hujan yang masih berlangsung, ancaman kekeringan sumber air alternatif dan potensi longsor susulan di jalur penyaluran air swadaya tetap mengintai. Krisis air bersih ini menjadi pengingat bahwa pemulihan pascabencana tidak hanya soal evakuasi dan logistik darurat, tetapi juga pemulihan akses dasar terhadap air layak konsumsi yang berkelanjutan.
Pewarta : Adi Tanjoeng

