
RI News Portal. Karanganyar, 15 Oktober 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggigit jaringan korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dengan menyita 18 bidang tanah di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Aset mewah ini diduga menjadi milik Jamal Shodiqin, salah satu dari delapan tersangka dalam skandal pemerasan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang merugikan negara hingga Rp53,7 miliar sejak 2019 hingga 2024.
Penyitaan dilakukan usai penyidik KPK menelusuri alur dana haram melalui pemeriksaan mendalam. “Ini langkah konkret untuk membuktikan perkara sekaligus memulai optimalisasi pemulihan aset,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam konferensi pers virtual Rabu siang ini. Total, KPK kini mengamankan 44 bidang tanah dari kasus ini, termasuk 26 aset yang disita lebih dulu. Semua tanah itu, lanjut Budi, berasal dari hasil pemerasan oknum pejabat Kemnaker terhadap calon tenaga kerja asing (TKA).
Bayangkan seorang dokter spesialis dari Filipina, atlet voli dari Thailand, atau eksekutif perusahaan swasta asal Singapura—semua terjebak dalam jerat birokrasi yang mahal. Korban pemerasan ini bukan hanya satu dua orang, melainkan ratusan pelaku usaha dan profesional asing yang mengurus RPTKA di Kemnaker. “Mereka dipaksa bayar ‘uang pelicin’ agar izin kerja lancar, dari Rp10 juta hingga miliaran per kasus,” terang Pelaksana Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.

Skema licik ini beroperasi seperti mesin cetak uang selama lima tahun. Para tersangka, seluruhnya Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemnaker, memanfaatkan posisi strategis mereka di unit pengurusan RPTKA. Dua di antaranya adalah mantan pejabat tinggi: Suhartono, Dirjen Binapenta dan PKK periode 2020-2023, serta Haryanto yang menjabat 2024-2025. Sisanya meliputi Wisnu Pramono, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad—semua terlibat langsung dalam proses verifikasi dan persetujuan izin.
Fokus penyitaan terbaru tertuju pada Jamal Shodiqin, tersangka kunci yang diduga mengumpulkan hasil jerih payah pemerasan menjadi aset tanah produktif di Karanganyar. Wilayah pertanian subur di lereng Gunung Lawu ini kini menjadi saksi bisu ambisi tersangka. “Penyidik terus melacak aset lain, termasuk rekening dan properti tersembunyi, untuk memastikan tak ada yang lolos,” tambah Asep Guntur.
Kasus ini bukan sekadar angka Rp53,7 miliar, tapi pukulan telak bagi iklim investasi asing di Indonesia. Saat negara berupaya tarik TKA berkualitas untuk dorong ekonomi pasca-pandemi, oknum justru jadi penghalang. Analis korupsi dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Rina Herdianti, menilai, “Penyitaan ini jadi preseden kuat: aset korupsi bukan lagi ‘hadiah’ pribadi, tapi harus kembali ke kas negara. Namun, tantangannya di optimalisasi—hanya 30% aset korupsi yang berhasil dipulihkan dalam lima tahun terakhir.”
KPK menjanjikan akselerasi dakwaan. “Delapan tersangka akan segera dihadapkan ke pengadilan, dengan bukti transfer dan saksi korban yang solid,” tegas Asep. Sementara itu, Kemnaker di bawah Menteri Yassierli Liandy berjanji reformasi internal: digitalisasi RPTKA penuh untuk cegah celah pemerasan.
Kisah Jamal Shodiqin dan rekan-rekannya mengingatkan: di balik gemerlap izin kerja asing, ada bayang-bayang korupsi yang menggerus fondasi bangsa. Dengan 44 bidang tanah teramankan, KPK kirim pesan keras—koruptor takkan tidur nyenyak. Pantau terus perkembangan kasus ini di situs resmi KPK dan platform kami untuk update eksklusif.
Pewarta : Albertus Parikesit
