RI News Portal. Jakarta, 9 November 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan langkah pendalaman penyidikan terhadap pengadaan proyek Monumen Reog dan Museum Peradaban (MRMP) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, menyusul penetapan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap. Langkah ini menjadi bagian dari upaya lebih luas untuk mengungkap potensi penyimpangan dalam berbagai transaksi pengadaan barang dan jasa di wilayah tersebut, di tengah dugaan praktik korupsi yang melibatkan pejabat daerah dan pihak swasta.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa fokus penyidikan tidak terbatas pada proyek MRMP semata. “Kami akan mendalami setiap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Ponorogo secara menyeluruh, untuk memetakan pola penyimpangan yang mungkin terjadi,” ujar Asep saat diwawancarai di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Minggu sore. Pendalaman ini, menurutnya, akan dilakukan pada tahap penyidikan lanjutan, dengan tujuan mengungkap jejak korupsi yang lebih dalam di lingkungan pemerintahan daerah.
Kasus ini mencuat setelah KPK secara resmi menetapkan empat tersangka pada hari yang sama, terkait dugaan suap dalam pengurusan jabatan, proyek pekerjaan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Harjono Ponorogo, serta penerimaan gratifikasi. Keempatnya adalah Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), dan Sucipto (SC), seorang rekanan swasta yang terkait dengan proyek rumah sakit.

Dalam klaster dugaan suap pengurusan jabatan, Sugiri Sancoko dan Agus Pramono diduga sebagai penerima suap, sementara Yunus Mahatma disebut sebagai pemberi. Sementara itu, klaster suap proyek RSUD melibatkan Sugiri Sancoko dan Yunus Mahatma sebagai penerima, dengan Sucipto sebagai pemberi. Pada aspek gratifikasi, Sugiri Sancoko kembali menjadi sorotan sebagai penerima, dengan Yunus Mahatma sebagai pihak yang diduga memberikan fasilitas tersebut. Meski detail nilai suap belum diungkap secara rinci, KPK menekankan bahwa praktik ini mengganggu tata kelola pemerintahan daerah dan merugikan kepentingan publik.
Proyek MRMP, yang direncanakan sebagai simbol pelestarian budaya Reog Ponorogo—seni tradisional ikonik Jawa Timur—kini menjadi titik rawan baru dalam penyidikan. Proyek ini, yang mencakup pembangunan monumen setinggi puluhan meter dan museum interaktif untuk mendokumentasikan sejarah peradaban lokal, sempat digadang-gadang sebagai wajah baru pariwisata Ponorogo. Namun, dugaan penyimpangan dalam proses pengadaannya, seperti ketidaktransparanan tender dan potensi mark-up biaya, kini dipertanyakan. Analis tata kelola publik dari Universitas Brawijaya, Dr. Rina Wijayanti, menilai bahwa kasus ini mencerminkan pola sistemik di mana proyek budaya sering dimanfaatkan sebagai “wadah” korupsi. “Proyek seperti MRMP, yang melibatkan anggaran besar dari APBD dan dana hibah, rentan terhadap kolusi karena kurangnya pengawasan independen,” katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima tim redaksi.
Baca juga : Dominasi Atletico Madrid: Griezmann Dua Gol, Levante Terpuruk di Metropolitano
Dari perspektif akademis, temuan awal KPK selaras dengan studi terbaru yang diterbitkan dalam Jurnal Hukum dan Pembangunan Indonesia edisi Oktober 2025, berjudul “Korupsi dalam Pengadaan Proyek Budaya: Studi Kasus Daerah Otonom”. Penelitian oleh tim dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkap bahwa 68 persen proyek infrastruktur budaya di Jawa Timur mengalami deviasi anggaran rata-rata 25 persen akibat praktik suap dan gratifikasi. “Ini bukan sekadar kasus isolasi, melainkan gejala endemik yang melemahkan daya saing daerah,” tulis penulis utama, Prof. Hadi Santoso, dalam abstrak jurnal tersebut. Studi ini merekomendasikan penerapan mekanisme audit berbasis teknologi blockchain untuk mencegah rekayasa tender, sebuah solusi yang kini mulai diadopsi di beberapa provinsi lain.
Penyelidikan KPK terhadap Ponorogo juga menyoroti dampak lebih luas terhadap kepercayaan publik terhadap pemerintahan daerah. Aktivis anti-korupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri, memperingatkan bahwa kasus ini bisa memicu efek domino, di mana proyek-proyek serupa di daerah lain ikut terdampak. “Tanpa reformasi struktural, seperti penguatan whistleblower dan sanksi tegas bagi swasta yang terlibat, korupsi akan terus berulang,” tegasnya.

Sementara itu, masyarakat Ponorogo menyambut pengumuman KPK dengan campuran harapan dan kekhawatiran. Seorang seniman Reog setempat, yang enggan disebut namanya, mengatakan, “Proyek MRMP seharusnya jadi kebanggaan kami, bukan beban korupsi. Semoga penyidikan ini membersihkan nama baik budaya kami.” KPK sendiri menjanjikan transparansi penuh dalam proses penyidikan, dengan harapan hasilnya dapat menjadi preseden bagi pengelolaan proyek publik di masa depan.
Kasus ini menambah daftar panjang skandal korupsi di tingkat daerah, di mana pejabat eksekutif sering kali menjadi pusat jaringan. Dengan pendalaman ke proyek MRMP dan pengadaan lainnya, KPK diharapkan tidak hanya menindak pelaku, tapi juga merekonstruksi sistem yang rusak, demi menjaga integritas demokrasi lokal. Penyidikan ini masih berlangsung, dan perkembangan selanjutnya akan terus dipantau.
Pewarta : Yudha Purnama

