RI News Portal. Jakarta, 11 November 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperluas jangkauan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan ibadah haji dengan memprioritaskan penggalian keterangan dari Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) di berbagai wilayah Indonesia. Langkah ini bertujuan membangun konstruksi perkara yang komprehensif, sekaligus mendukung kalkulasi kerugian keuangan negara yang diperkirakan melampaui Rp1 triliun.
Pekan lalu, tim penyidik KPK melakukan inspeksi mendalam terhadap sejumlah biro perjalanan haji di Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur. Fokus utama adalah verifikasi data operasional dan alur dana yang terkait dengan penyelenggaraan haji khusus, di mana indikasi penyimpangan semakin mengemuka. Hingga kini, lebih dari 350 PIHK di seluruh nusantara telah menjalani pemeriksaan, dengan proses yang berjalan paralel untuk keperluan audit forensik kerugian negara.
“Sampai dengan saat ini sudah lebih dari 350 travel yang diperiksa. Paralel untuk kebutuhan penghitungan kerugian negaranya,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam pernyataan resminya pada Selasa (11/11/2025). Ia menekankan bahwa setiap keterangan dari PIHK menjadi elemen krusial dalam merangkai puzzle kasus, sehingga biro yang belum hadir akan segera dijadwalkan ulang.

KPK menjalankan seluruh tahapan penyidikan dengan prinsip profesionalisme dan transparansi, sesuai kerangka hukum acara pidana. Lembaga ini juga menghimbau para saksi untuk menunjukkan sikap kooperatif guna mempercepat proses hukum dan meminimalisir hambatan.
Temuan lapangan penyidik mengungkap pola modus operandi yang sistematis: oknum di Kementerian Agama diduga meminta imbalan uang percepatan keberangkatan haji kepada calon jemaah. Jemaah yang semestinya menanti antrean satu hingga dua tahun dijanjikan slot keberangkatan pada tahun yang sama (T-0), dengan tarif bervariasi antara USD2.400 hingga USD7.000 per kuota. “Kalau tidak salah 2.400 US dolar sampai dengan 7.000 US dolar per kuota,” jelas Plt. Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, sebagaimana dikutip pada Jumat (19/9/2025).
Baca juga : KPK Perkuat Barisan: Pelantikan 23 Penegak Hukum Baru Tekankan Adaptasi Teknologi dan Integritas Moral
Penyidikan ini masih berbasis Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum, yang berimplikasi belum adanya penetapan tersangka meskipun tahap investigasi telah intensif. Estimasi awal KPK menunjukkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun, angka yang terus diverifikasi melalui data empiris dari ratusan PIHK.
Kasus ini menyoroti kerentanan sistem pengelolaan haji khusus terhadap praktik koruptif, di mana akses kuota menjadi komoditas yang dieksploitasi. Dengan perluasan pemeriksaan ke daerah-daerah, KPK berupaya tidak hanya menindak pelaku, tapi juga memperkuat mekanisme pencegahan agar integritas penyelenggaraan ibadah haji terjaga di masa depan. Proses hukum ini diharapkan menjadi preseden bagi reformasi tata kelola dana umat yang lebih akuntabel.
Pewarta : Albertus Parikesit

