
RI News Portal. Jakarta, 5 Juli 2025 — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan dugaan korupsi dalam proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pada Sabtu (5/7), KPK memeriksa Wakil Direktur Utama (Wadirut) BRI, Catur Budi Harto, untuk mendalami pengetahuannya terkait proses pengadaan teknologi perbankan bernilai triliunan rupiah tersebut.
“Ya benar ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan. Tentu didalami terkait dengan pengetahuannya dalam perkara dugaan korupsi pada pengadaan mesin EDC di BRI,” ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis.
Pemeriksaan ini berlangsung setelah KPK merampungkan serangkaian penggeledahan di beberapa lokasi di Jakarta dan sekitarnya. Menurut keterangan resmi, penggeledahan dilakukan pada hari Selasa dan Rabu di lima rumah dan dua kantor, yang seluruhnya terhubung dengan penyidikan perkara tersebut.

“Penggeledahan ini untuk mendalami pembuktian dan menelusuri aliran dana dalam proyek pengadaan EDC di BRI,” lanjut Budi.
Dari hasil penggeledahan, tim penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti yang diduga berkaitan erat dengan tindak pidana korupsi. Di antaranya uang senilai Rp5,3 miliar yang sebelumnya tersimpan di rekening swasta dan kini telah dibekukan di rekening KPK. Selain itu, penyidik turut mengamankan bilyet deposito senilai Rp28 miliar, serta dokumen dan barang bukti elektronik lain yang relevan.
KPK juga telah menetapkan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Indra Utoyo, Direktur Utama Allobank, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Teknologi Informasi BRI. Pencegahan ini terkait posisinya di masa pengadaan mesin EDC yang diungkap menimbulkan potensi kerugian negara hingga Rp700 miliar.
“Benar,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Cahyanto saat dikonfirmasi pada Rabu (2/7), membenarkan status pencegahan Indra Utoyo oleh penyidik.
Baca juga : Kemenko Kumham Imipas Tegaskan Komitmen Tata Kelola Pemerintahan Inklusif dan Berkeadilan
Berdasarkan catatan penyidik, nilai proyek pengadaan mesin EDC di BRI pada periode 2020 hingga 2024 mencapai sekitar Rp2,1 triliun. Proyek berskala nasional ini diklaim strategis dalam mendukung transformasi digital sistem pembayaran BRI, namun diduga sarat dengan praktik korupsi, termasuk dugaan pemberian fee ilegal kepada pihak tertentu.
Adapun proses hukum perkara ini telah beralih ke tahap penyidikan melalui surat perintah penyidikan (sprindik) umum. KPK menegaskan akan terus menelusuri dan mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab, demi memastikan kerugian keuangan negara dapat dipulihkan.
Upaya pemberantasan korupsi di sektor perbankan strategis seperti BRI memiliki implikasi penting, tidak hanya bagi perlindungan aset negara, tetapi juga bagi kepercayaan publik terhadap layanan jasa keuangan nasional. Para ahli hukum tata negara menilai, kasus serupa menjadi pembelajaran agar pengadaan teknologi perbankan di masa mendatang dirancang dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan melekat.
Pewarta : Yudha Purnama

