RI News Portal. Jakarta, 14 November 2025 – Kementerian Koperasi dan UKM menyoroti kerentanan koperasi simpan pinjam sebagai celah potensial bagi tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta pendanaan terorisme (TPPT), dengan fokus pengawasan yang lebih intensif pada entitas berskala nasional atau primer nasional.
Herbert Siagian, Deputi Bidang Pengawasan Koperasi, menyatakan bahwa langkah pengawasan ini menjadi prioritas untuk mengantisipasi penyalahgunaan mekanisme simpan pinjam. “Pengawasan kami arahkan secara khusus pada koperasi simpan pinjam yang beroperasi di tingkat nasional atau sebagai primer nasional,” ujar Herbert dalam pertemuan dengan awak media di Jakarta pada Jumat lalu.
Pernyataan ini didukung oleh Dandy Bagus Ariyanto, Asisten Deputi Kepatuhan Prinsip dan Penilaian Kesehatan Koperasi, yang menekankan urgensi kepatuhan terhadap mekanisme pelaporan transaksi keuangan. Menurut Dandy, setiap transaksi tunai melebihi Rp500 juta wajib dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lebih lanjut, transaksi yang menimbulkan kecurigaan harus segera dilaporkan terlepas dari nilai nominalnya.

Kewajiban ini, kata Dandy, bersandar pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yang menetapkan koperasi sebagai pihak pelapor setara dengan institusi keuangan lain seperti bank, dana pensiun, perusahaan modal ventura, dan lembaga pembiayaan. “Contohnya, jika seorang mahasiswa secara rutin menyetor Rp20 juta per hari, atau seorang pegawai negeri sipil melakukan hal serupa, pola tersebut patut dicurigai dan harus dilaporkan ke PPATK,” jelasnya.
Dandy menambahkan bahwa praktik pelaporan ini tidak hanya berfungsi sebagai benteng hukum bagi koperasi, tetapi juga mempertahankan kepercayaan publik. “Pelaporan proaktif melindungi koperasi dari keterlibatan kriminal sekaligus menjaga integritasnya di mata masyarakat,” katanya.
Meski demikian, Dandy enggan mengungkap apakah telah ada kasus spesifik di mana koperasi simpan pinjam menjadi korban atau alat TPPU maupun TPPT. Ia hanya menegaskan bahwa koordinasi berkelanjutan dengan PPATK tetap dijalankan untuk membangun sistem pencegahan yang lebih kokoh.
Di sisi lain, Kementerian Koperasi memastikan bahwa penilaian kesehatan koperasi simpan pinjam berskala besar terus dilakukan sebagai elemen pelayanan publik. Proses ini, menurut Dandy, krusial untuk menjamin kelangsungan operasional koperasi serta melindungi anggota dari ancaman kerugian finansial jangka panjang.
Langkah-langkah ini mencerminkan upaya sistematis pemerintah dalam mengintegrasikan koperasi ke dalam kerangka anti-pencucian uang nasional, di tengah pertumbuhan sektor keuangan non-bank yang semakin signifikan.
Pewarta : Albertus Parikesit

