
RI News Portal. Jakarta 26 Mei 2025 – Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang melarang penerimaan mahasiswa asing, termasuk penghentian program beasiswa dan deportasi terhadap mahasiswa asing di kampus seperti Harvard University, menimbulkan polemik luas. Langkah tersebut memicu respons keras dari kalangan akademisi, mahasiswa, hingga lembaga hukum. Artikel ini menyoroti situasi terkini dari perspektif mahasiswa Indonesia di AS, terutama melalui testimoni Presiden Persatuan Mahasiswa Indonesia Seluruh Amerika Serikat (Permias), serta dinamika hukum yang mengikutinya.
Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump kembali menuai kritik tajam usai menerbitkan kebijakan kontroversial yang melarang universitas di AS menerima mahasiswa asing, termasuk pada level program beasiswa. Kebijakan ini bahkan diperluas hingga ancaman deportasi bagi pelajar asing yang tidak segera pindah kampus, termasuk mereka yang berkuliah di universitas ternama seperti Harvard.
Presiden Persatuan Mahasiswa Indonesia Seluruh Amerika Serikat (Permias), Felice Nathania Pudya, mengungkapkan keresahan yang sempat dirasakan oleh kalangan pelajar Indonesia pasca diumumkannya kebijakan tersebut. “Kami sempat kaget, tetapi situasi menjadi lebih tenang setelah pengadilan menangguhkan keputusan Trump,” ujar Felice dalam wawancara dengan RRI Pro 3 pada Senin (26/5/2025).

Menurut Felice, mahasiswa Indonesia di Harvard masih dapat mengikuti kegiatan akademik seperti biasa sembari menunggu hasil sidang lanjutan yang dijadwalkan pada 29 Mei 2025. Ia menambahkan, komunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Amerika terus dijalin secara intensif. Pemerintah Indonesia, melalui perwakilannya di AS, telah menyediakan hotline bantuan bagi mahasiswa yang terdampak kebijakan tersebut.
Menanggapi keputusan pemerintah, pihak Harvard University menunjukkan sikap tegas dengan mengajukan gugatan ke pengadilan federal. Dalam waktu singkat, Pengadilan Distrik Massachusetts memutuskan untuk menangguhkan implementasi kebijakan deportasi tersebut, memberikan ruang bagi mahasiswa asing untuk tetap melanjutkan studi mereka sambil menunggu penyelesaian hukum yang lebih permanen.
Sikap Harvard University mencerminkan ketegangan antara institusi akademik dan otoritas negara dalam konteks kebijakan imigrasi. Sebelumnya, Harvard juga menolak memberikan informasi visa pelajar asing kepada pemerintah federal. Menurut data resmi, terdapat 6.800 mahasiswa asing yang terdaftar di Harvard pada tahun ajaran 2025/2026, mencakup sekitar 27 persen dari total populasi mahasiswa. Mahasiswa internasional di Harvard berasal dari lebih dari 140 negara, dengan mayoritas dari China, Kanada, India, Korea Selatan, hingga Indonesia.
Baca juga : Kohesi ASEAN Ditekankan Menlu Sugiono dalam AMM: Stabilitas Kawasan Hadapi Fragmentasi Global
Dari Indonesia, terdapat 33 mahasiswa yang saat ini tercatat aktif menempuh studi di Harvard, serta enam akademisi Indonesia yang mengajar di berbagai departemen. Sejak awal hubungan akademik Indonesia-AS, tercatat sudah 315 warga negara Indonesia yang berhasil meraih gelar dari Harvard University.
Kebijakan larangan tersebut dinilai tidak hanya mengancam keberlanjutan studi mahasiswa internasional, tetapi juga mengganggu ekosistem akademik global yang menjunjung tinggi keberagaman, kolaborasi lintas negara, dan pertukaran pengetahuan.
Langkah gugatan yang diajukan oleh Harvard ke pengadilan federal menjadi preseden penting dalam menegakkan prinsip perlindungan hukum terhadap hak mahasiswa asing di AS. Kasus ini menjadi refleksi atas pentingnya kebebasan akademik, serta peran institusi pendidikan dalam menjamin hak asasi mahasiswa dari intervensi kebijakan yang bersifat diskriminatif.
Lebih jauh, putusan sementara pengadilan menegaskan bahwa upaya eksekutif yang berdampak luas terhadap komunitas pendidikan global harus melalui uji kepatutan dan proporsionalitas berdasarkan norma hukum dan prinsip hak asasi manusia. Hal ini menjadi catatan penting dalam relasi antara kebijakan domestik AS dan dampaknya terhadap mahasiswa internasional, termasuk dari Indonesia.
Perkembangan kebijakan imigrasi dan pendidikan tinggi di bawah administrasi Trump telah memantik perdebatan mendalam di ranah hukum, etika, dan politik global. Dalam konteks ini, peran aktif mahasiswa, dukungan dari institusi akademik, serta solidaritas diplomatik menjadi kunci dalam menjaga keberlangsungan pendidikan dan perlindungan hak mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat.
Pewarta : Setiawan S.Th

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal