
RI News Portal. Krui, Pesisir Barat – Dugaan pungutan wajib sebesar Rp75.000 per bulan yang diberlakukan oleh Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Krui, Pesisir Barat, memicu perhatian publik. Isu ini mengundang reaksi dari Edi Samsuri, aktivis pemerhati pendidikan sekaligus alumni MAN Krui, yang menegaskan pentingnya menjaga integritas pendanaan pendidikan sesuai regulasi yang berlaku.
Edi Samsuri menyoroti komitmen pemerintah dalam mendukung program wajib belajar 9 tahun, yang mencakup pendidikan dasar (SD dan SMP atau MI dan MTs), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pasal 11 ayat (2) UU tersebut menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan dana untuk pendidikan setiap warga negara. Selain itu, Pasal 34 ayat (2) menyebutkan bahwa wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar harus bebas dari pungutan biaya. Namun, untuk jenjang menengah seperti SMA, SMK, atau MAN, yang tidak termasuk dalam wajib belajar, terdapat ruang untuk pembiayaan bersama dengan masyarakat.

Menurut Edi, penggalangan dana dari masyarakat diatur dalam beberapa regulasi, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Pasal 47 ayat (1) menyatakan bahwa pendanaan pendidikan dapat bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, sementara Pasal 48 ayat (1) menyebutkan bahwa sumbangan masyarakat dapat berupa dana, barang, atau jasa, asalkan bersifat sukarela dan tidak memaksa. Hal serupa juga diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah, khususnya Pasal 52 ayat (1), yang memperbolehkan madrasah menerima dana dari masyarakat melalui komite madrasah, selama sesuai dengan ketentuan yang sah dan tidak mengikat.
Lebih lanjut, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah pada Pasal 10 mengatur bahwa komite sekolah, termasuk di madrasah, dapat menggalang dana atau sumber daya pendidikan dalam bentuk sumbangan sukarela yang tidak memaksa dan tanpa nominal tertentu. “Jika komite sekolah menetapkan tarif wajib sebesar Rp75.000 per bulan, ini jelas melanggar Permendikbud 75/2016 dan berpotensi menjadi pungutan liar,” tegas Edi.
Baca juga : Irigasi Rusak di Pekon Bumi Agung Ancam Ketahanan Pangan, Petani Desak Pemerintah Bertindak Cepat
Edi menegaskan bahwa MAN Krui boleh menerima sumbangan sukarela dari wali murid melalui komite sekolah, sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas, PP 48/2008, PMA 90/2013, dan Permendikbud 75/2016. Namun, pungutan wajib dengan nominal tertentu tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan regulasi dan dapat menimbulkan konsekuensi hukum. “Sumbangan sukarela sah secara hukum, tetapi pungutan wajib jelas melanggar aturan,” ujarnya.
Edi mengajak semua pihak untuk mendukung wajib belajar 9 tahun demi mencerdaskan kehidupan bangsa, namun tetap menjaga transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi dalam pengelolaan dana pendidikan. Ia juga meminta pihak MAN Krui untuk segera mengklarifikasi isu ini dan memastikan bahwa penggalangan dana dilakukan sesuai ketentuan hukum, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, pihak MAN Krui belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan pungutan tersebut. Isu ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan terhadap praktik pendanaan pendidikan agar tetap sesuai dengan semangat keadilan dan transparansi.
Pewarta : IF
