RI News Portal. Manado, 21 November 2025 – Cabang olahraga panjat tebing pada Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Sulawesi Utara ke-XII tahun 2025 yang digelar di Manado meninggalkan luka mendalam bagi kontingen Minahasa Selatan. Empat atlet Minsel didiskualifikasi dari nomor speed world record karena dinilai terlambat memasuki area karantina, keputusan yang langsung memicu protes keras dari pengurus Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) setempat dan memunculkan pertanyaan serius mengenai tata kelola teknis penyelenggaraan.
Kejadian bermula pada hari pertandingan ketika atlet Minsel sudah hadir di venue sejak pagi hari untuk mengikuti perubahan jadwal yang sebelumnya diumumkan. Namun, tanpa pengumuman melalui pengeras suara dan hanya bersumber dari grup WhatsApp internal, panitia menetapkan bahwa atlet tersebut telah melampaui batas waktu masuk karantina. Jarak antara posisi atlet dengan tenda panitia, yang hanya sekitar lima meter, menjadi salah satu poin krusial yang dipertanyakan: mengapa informasi krusial tidak disampaikan secara langsung atau melalui sistem audio yang seharusnya tersedia?
Yunita Lempoy, Bendahara FPTI Minahasa Selatan, menjadi sosok pertama yang membuka isu ini ke publik. Dalam pernyataannya kepada wartawan pada Kamis (20/11), Lempoy menegaskan bahwa atlet berada tepat di depan panitia ketika keputusan diskualifikasi diambil. “Mereka sudah stanbay sejak jam tujuh pagi. Tiba-tiba dibilang terlambat karena karantina ditutup tanpa pengumuman resmi. Ini bukan soal keterlambatan, tapi soal komunikasi yang sengaja dipersulit,” ujarnya.

Senada dengan Lempoy, Steven Mamesa – official tim yang juga pernah menjadi atlet panjat tebing peringkat empat nasional dan memperkuat Sulawesi Utara di PON 2000 – mengungkapkan kekecewaannya atas respons presidium dan delegasi teknis. “Kami sudah protes secara lisan di tempat kejadian. Jawaban mereka hanya ‘sound system rusak’ dan tidak ada notulen Technical Meeting yang bisa ditunjukkan. Kalau memang ada keputusan TM, mana bukti tertulisnya?” tanya Mamesa dengan nada kecewa.
Sekretaris FPTI Minsel, Welly Repi, menambahkan bahwa ketergantungan pada grup WhatsApp sebagai satu-satunya saluran informasi resmi sangat tidak dapat dibenarkan dalam event sekelas Porprov. “Aturan baku yang berlaku nasional mengharuskan pengumuman penting disampaikan secara terbuka dan tercatat. Kalau hanya lewat chat pribadi, bagaimana atlet dari daerah yang sinyalnya terbatas bisa mendapatkan informasi yang sama?” ujar Repi.
Hingga berita ini diturunkan, panitia cabang panjat tebing Porprov Sulut 2025 belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan ketidaktransparanan tersebut. Beberapa pengurus cabang olahraga lain yang enggan disebut namanya mengaku prihatin dengan kejadian ini, karena berpotensi mencoreng citra penyelenggaraan multi-event provinsi yang seharusnya menjadi ajang pembinaan atlet berkeadilan.
FPTI Minahasa Selatan, yang dalam beberapa tahun terakhir konsisten melahirkan atlet level nasional dan internasional, menyatakan akan membawa kasus ini ke ranah yang lebih tinggi jika tidak ada klarifikasi memadai. Mereka menuntut audit menyeluruh terhadap prosedur komunikasi dan pengambilan keputusan teknis pada cabang panjat tebing kali ini.
Insiden ini kembali mengingatkan pentingnya penerapan tata kelola kepanitiaan yang transparan dan akuntabel, terutama di daerah di mana olahraga menjadi salah satu harapan prestasi dan kebanggaan masyarakat. Porprov Sulut 2025 yang mengusung semangat “Torang Samua Basudara” kini diuji untuk membuktikan bahwa keadilan olahraga bukan sekadar slogan, melainkan praktik nyata di lapangan.
Pewarta : Steven Tumuyu

