
RI News Portal. Lampung Timur, 2 Juli 2025 — Peristiwa langka sekaligus memprihatinkan terjadi di wilayah penyangga Taman Nasional Way Kambas, tepatnya di Desa Braja Asri dan Braja Sakti, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur, Rabu pagi (2/7/2025). Kawanan gajah liar yang berjumlah tujuh ekor terpantau memasuki area perkebunan warga sejak Selasa malam, memicu kepanikan masyarakat akibat potensi kerusakan lahan pertanian dan ancaman konflik antara manusia dan satwa liar.
Menanggapi laporan warga, Bupati Lampung Timur Ela Siti Nuryamah bersama Kapolres Lampung Timur AKBP Heti Patmawati, Dandim 0429/Lamtim Letkol Inf Danang Setiaji, petugas Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta perangkat desa langsung turun ke lokasi kejadian. Kehadiran unsur pimpinan daerah ini mencerminkan respons cepat pemerintah dalam merespons konflik konservasi yang berpotensi menimbulkan gesekan sosial antarwarga.
Data di lapangan menunjukkan, rombongan gajah liar keluar dari kawasan TNWK sekitar pukul 21.00 WIB pada Selasa malam (1/7/2025). Gajah-gajah tersebut merusak sejumlah tanaman warga, sehingga memicu konflik horizontal di antara petani Desa Braja Asri dan Braja Sakti. Kedua kelompok warga berupaya menghalau rombongan gajah agar tidak melintasi kebun mereka, yang justru membuat pergerakan satwa terhambat untuk kembali ke kawasan hutan.

Situasi nyaris memanas sebelum Bupati Ela Siti Nuryamah tiba di lokasi dan memediasi langsung. Dalam pendekatan dialogis, Bupati menekankan pentingnya sikap bijak dan humanis dalam menghadapi satwa liar yang notabene merupakan spesies dilindungi.
“Kita harus bijak dalam menyikapi persoalan ini. Gajah juga makhluk hidup yang harus dilindungi. Tapi tentu saja, kita tidak bisa membiarkan tanaman warga rusak begitu saja,” tegasnya di hadapan warga.
Pemerintah daerah bersama Balai TNWK kemudian memutuskan membuat jalur evakuasi agar rombongan gajah dapat digiring kembali ke dalam kawasan hutan. Sebagai bentuk tanggung jawab, Bupati Ela juga menjanjikan bantuan bibit tanaman bagi petani yang terdampak, guna memulihkan kerugian akibat kerusakan lahan.
“Kami ingin memastikan masyarakat tidak dirugikan, sekaligus tetap menjaga ekosistem dan habitat satwa liar,” tambahnya.
Sementara itu, Kapolres Lampung Timur AKBP Heti Patmawati mengimbau warga agar tidak melakukan tindakan represif yang berisiko memancing agresivitas gajah. Senada, Dandim 0429/Lamtim Letkol Inf Danang Setiaji menegaskan pentingnya kolaborasi semua pihak dalam menjaga keamanan dan kelestarian lingkungan. Unsur TNI juga berkomitmen membantu pengamanan di lokasi hingga situasi benar-benar kondusif.
Kehadiran unsur pimpinan daerah di tengah masyarakat mendapat apresiasi positif. Warga menilai respons pemerintah tergolong cepat, solutif, dan menenangkan di tengah potensi konflik sosial yang dapat berlarut-larut.
Proses penggiringan kawanan gajah kembali ke habitatnya dilakukan hati-hati oleh petugas gabungan, dibantu masyarakat, sembari meminimalkan trauma bagi satwa. Pengamatan intensif dilaksanakan untuk memastikan satwa tidak kembali memasuki areal pertanian.
Fenomena ini menjadi refleksi mendalam mengenai kompleksitas pengelolaan kawasan penyangga konservasi di Lampung Timur. Konflik ruang antara manusia dan satwa liar kian sering terjadi seiring tekanan terhadap habitat alami, serta peningkatan aktivitas pertanian di sekitar kawasan hutan.
Dari perspektif hukum dan kebijakan publik, insiden ini menegaskan perlunya strategi mitigasi konflik satwa berbasis partisipasi masyarakat. Pemerintah daerah merencanakan hering bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, agar penyelesaian jangka panjang dapat dirumuskan melalui pendekatan kolaboratif dan berbasis keadilan ekologis.
“Harus ada langkah konkret agar masyarakat tidak terus menjadi korban, dan satwa liar tetap hidup di habitatnya,” ujar Bupati Ela dengan nada tegas.
Penanganan konflik gajah-manusia menuntut keseimbangan antara perlindungan keanekaragaman hayati dengan pemenuhan hak-hak masyarakat lokal atas sumber daya penghidupan. Di sinilah relevansi kebijakan berbasis konservasi berkeadilan menjadi sangat penting agar tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dapat tercapai di tingkat desa penyangga.
Kasus di Braja Asri dan Braja Sakti menjadi pengingat bahwa mitigasi konflik satwa liar tidak hanya memerlukan respon tanggap darurat, tetapi juga penataan ruang, edukasi masyarakat, serta program insentif bagi petani terdampak. Langkah-langkah tersebut menjadi bagian integral dari tata kelola konservasi berbasis kolaborasi yang inklusif, demi harmoni antara manusia dan alam.
Pewarta : Lii
