RI News Portal. Mandailing Natal, 29 Agustus 2025 – Insiden pelarangan peliputan oleh seorang oknum aparatur desa terhadap wartawan di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, telah memicu perdebatan tentang perlindungan hak jurnalistik di tingkat lokal. Kejadian ini menyoroti ketegangan antara transparansi kegiatan publik dan upaya pembatasan akses media, yang pada akhirnya berujung pada laporan polisi.
Ahmad Hem Surbakti, wartawan dari Neraca News, mengalami penghalangan saat hendak meliput Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) Koperasi Serba Usaha (KSU) Peduli Usaha Bersama di Balai Desa Sikara-kara, Kecamatan Natal, Madina. Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu, 23 Agustus 2025, sekitar pukul 15.15 WIB. Surbakti, yang telah mendaftarkan diri sebagai insan pers dalam daftar hadir, tiba-tiba dihadang oleh seorang individu berinisial RS yang diduga sebagai oknum aparatur desa.
Menurut keterangan Surbakti, RS tidak hanya melarangnya merekam video atau memotret, tetapi juga memukul tangannya sambil bertanya apakah ia diundang. “Tidak boleh divideo atau memfoto, orang abang diundang gak? Kalau gak diundang, gak boleh,” ujar Surbakti menirukan perkataan RS. Insiden ini membuat Surbakti merasa terancam dan memutuskan untuk menempuh jalur hukum, menganggap tindakan tersebut sebagai bentuk kekerasan terhadap profesi jurnalistik.

Pada Kamis, 28 Agustus 2025, Surbakti didampingi oleh Ketua Forum Jurnalis dan Aktivis (FJA) se-Pantai Barat Madina, Afnan, S.H., serta Pengawas FJA, Mhd. Ali Hanafiah, secara resmi melaporkan kejadian tersebut ke Polres Mandailing Natal. Laporan mereka diterima dan diregistrasi dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) nomor STPL/B/322/VIII/2025/SPKT/POLRES MANDAILING NATAL/POLDA SUMATERA UTARA.
Afnan, yang juga bertindak sebagai kuasa hukum Surbakti, menekankan bahwa insiden ini merupakan tindak pidana terhadap pers. “Pers dilindungi oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Apalagi kegiatan yang diliput berada di fasilitas layanan publik seperti Balai Desa,” kata Afnan. Ia menambahkan bahwa pelarangan semacam ini tidak hanya melanggar hak wartawan, tetapi juga menghambat akses informasi publik yang seharusnya terbuka bagi masyarakat.
Baca juga : Pembunuhan Pedagang Angkringan di Ngawi, Warga Resah Menanti Penangkapan Pelaku
Sementara itu, Mhd. Ali Hanafiah menyampaikan apresiasi terhadap pelayanan di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Madina. “Layanan di sini cukup bagus dan patut diapresiasi. Kami percaya Polres Madina akan menangani kasus ini secara profesional, dengan proses hukum yang tepat dan terukur,” ujarnya. Dukungan dari FJA ini menunjukkan solidaritas komunitas jurnalis di wilayah Pantai Barat Madina terhadap perlindungan rekan seprofesi.
Dari perspektif akademis, kasus ini mencerminkan tantangan kebebasan pers di tingkat lokal, di mana undang-undang nasional sering kali bertabrakan dengan norma-norma komunitas atau kepentingan kelompok. UU Pers No. 40/1999 secara eksplisit menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh informasi, dan wartawan memiliki hak untuk mencari, memperoleh, serta menyebarluaskan informasi tanpa hambatan, kecuali yang ditentukan oleh undang-undang. Namun, di daerah seperti Mandailing Natal, di mana kegiatan koperasi sering melibatkan isu ekonomi masyarakat, transparansi kerap menjadi isu sensitif.
Peneliti komunikasi dari Universitas Sumatera Utara, dalam studi terkait kebebasan media di Sumut, pernah menyoroti bahwa pelarangan liputan seperti ini bisa menjadi indikator rendahnya pemahaman tentang peran pers sebagai pilar demokrasi. Kasus serupa di masa lalu, seperti penghalangan wartawan di acara publik, sering berujung pada tuntutan hukum yang memperkuat preseden perlindungan jurnalistik. Di sini, lokasi kejadian di balai desa—sebuah ruang publik—memperkuat argumen bahwa pelarangan tersebut melanggar prinsip aksesibilitas informasi.
Pihak KSU Peduli Usaha Bersama belum memberikan tanggapan resmi terkait insiden ini, sementara RS sebagai terlapor juga belum bisa dikonfirmasi. Proses hukum di Polres Madina diharapkan dapat memberikan keadilan dan menjadi pelajaran bagi penyelenggara kegiatan publik untuk lebih menghargai peran media.
Berita ini akan terus dipantau perkembangannya, mengingat implikasinya terhadap iklim jurnalisme di Madina. Bagi pembaca yang ingin mendukung kebebasan pers, diskusi terbuka di platform media sosial bisa menjadi langkah awal untuk meningkatkan kesadaran.
Pewarta : Indra Saputra

