RI News Portal. Surakarta, 15 November 2025 – Prosesi kirab ageng pasca-jumenengan Raja Paku Buwono XIV menjadi puncak perayaan suksesi takhta Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, menarik perhatian ribuan warga dan wisatawan yang memadati jalur tradisional di pusat kota. Acara yang dimulai pukul 11.40 WIB ini tidak hanya menandai kenaikan takhta raja termuda dalam sejarah keraton, berusia 23 tahun, tetapi juga merefleksikan ketahanan institusi monarki Jawa di era kontemporer.
PB XIV, yang mengenakan busana adat berwarna magenta sebagai simbol kemuliaan dan keagungan, memimpin arak-arakan dari atas kereta sakral Garuda Kencana. Kereta berornamen burung garuda ini, ditarik oleh delapan ekor kuda terlatih, ditempatkan di barisan belakang prosesi untuk menekankan hierarki protokoler. Di depannya, kerabat keraton menunggang kuda sambil mengawal, didampingi prajurit bersenjata busur panah yang melambangkan tradisi pertahanan kerajaan masa lampau. Pengamanan modern oleh aparat kepolisian turut melengkapi formasi, menciptakan perpaduan antara warisan leluhur dan kebutuhan keamanan masa kini.
Cuaca di Surakarta mendukung kelancaran acara, meskipun awan mendung sempat menyelimuti langit sebelum prosesi dimulai. Hujan ringan yang sempat turun justru menambah nuansa mistis, seolah menggemakan doa-doa leluhur bagi kelangsungan dinasti. Jalur kirab yang melintasi kawasan Alun-alun Utara dan sekitarnya dipenuhi barisan warga yang membentuk lorong manusia, saling memanggil nama raja sambil mengabadikan momen dengan perangkat digital. PB XIV merespons dengan senyuman ramah dan lambaian tangan, mencerminkan pendekatan aksesibel yang kontras dengan citra monarki tradisional yang lebih tertutup.

Fenomena ini menyoroti peran keraton sebagai pusat gravitasi budaya di Jawa Tengah, di mana suksesi takhta tidak sekadar ritual internal, melainkan acara publik yang memperkuat identitas kolektif. Wisatawan dari luar kota, termasuk yang datang tanpa rencana awal, turut berkontribusi pada dinamika ini. Salah satunya adalah Syta, 25 tahun, asal Blora, yang sedang berlibur bersama tiga temannya. “Kami awalnya tidak tahu ada kirab ini; kami hanya ingin mengunjungi spot-spot favorit di Solo,” ujarnya saat ditemui di Alun-alun Utara, di mana ia menyaksikan PB XIV naik ke Garuda Kencana.
Syta mengaku telah mengikuti berita wafatnya PB XIII baru-baru ini dan diskusi suksesi yang hangat di kalangan masyarakat. “Turut berduka atas kepergian raja sebelumnya, dan kini dengan raja baru, harapannya bisa membawa kemajuan lebih baik,” katanya. Ini adalah kunjungan ketiganya ke Surakarta, namun baru kali ini ia menyaksikan atraksi keraton secara langsung. “Rasanya seperti keberuntungan besar bisa hadir di momen bersejarah ini,” tambahnya. Setelah prosesi, rombongannya melanjutkan perjalanan ke Kampung Wisata Batik Kauman sebelum bertolak ke Yogyakarta untuk menginap.
Kirab ageng Hajad Dalem Jumeneng Dalem Nata Binayangkare SISKS Paku Buwono XIV ini bukan hanya perayaan suksesi, tetapi juga manifestasi adaptasi budaya keraton terhadap konteks sosial modern. Di tengah arus globalisasi, acara semacam ini mempertahankan narasi kontinuitas sejarah sambil membuka ruang interaksi dengan generasi muda dan wisatawan, potenzial memperkuat pariwisata budaya Surakarta sebagai destinasi yang hidup dan inklusif.
Pewarta : Vie

