RI News Portal. Semarang, 3 November 2025 – Di tengah gejolak ekonomi global yang masih berlangsung, pengelolaan fiskal Provinsi Jawa Tengah menunjukkan ketahanan yang patut diapresiasi. Hingga akhir September 2025, pendapatan negara di wilayah ini mencatatkan pertumbuhan stabil, mencerminkan efektivitas strategi penerimaan yang adaptif terhadap tantangan eksternal.
Bayu Andy Prasetya, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Jawa Tengah, menyatakan bahwa total pendapatan negara telah terealisasi sebesar Rp82,40 triliun. Angka ini setara dengan 63,53 persen dari target tahunan, dengan laju pertumbuhan year-on-year sebesar 1,36 persen. “Capaian ini bukan sekadar angka, melainkan bukti nyata dari penguatan mekanisme penerimaan fiskal di tingkat daerah,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Senin (3/11/2025).
Analisis lebih lanjut mengungkap bahwa pendorong utama pertumbuhan ini berasal dari tiga pilar fiskal: pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Realisasi penerimaan pajak mencapai Rp34,01 triliun, sementara bea cukai menyumbang Rp42,16 triliun. Khusus untuk PNBP, kinerja melampaui ekspektasi dengan realisasi Rp6,23 triliun, atau 105,44 persen dari target yang ditetapkan. Overperformance PNBP ini menandakan diversifikasi sumber pendapatan yang semakin matang, terutama dari sektor sumber daya alam dan layanan publik.

Dari perspektif pengeluaran, belanja negara di Jawa Tengah terealisasi Rp76,32 triliun, atau 71,44 persen dari pagu anggaran. Meskipun mengalami penurunan 9,87 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, alokasi ini tetap difokuskan pada belanja produktif dan program sosial yang mendukung pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Penurunan tersebut, menurut Prasetya, mencerminkan pendekatan efisiensi tanpa mengorbankan prioritas pembangunan.
Transfer ke Daerah (TKD) menjadi salah satu instrumen kunci dalam sinergi fiskal pusat-daerah, dengan realisasi Rp53,78 triliun atau 77,98 persen dari pagu. Dana ini langsung mengalir ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), di mana penerimaan APBD mencapai Rp82,45 triliun, setara dengan 73,40 persen dari target. Pada sisi belanja APBD, realisasi menyentuh Rp66,25 triliun, dengan komposisi yang didominasi oleh belanja operasi sebesar Rp49,23 triliun dan belanja modal Rp2,88 triliun. Komponen lain meliputi belanja tak terduga Rp42,18 miliar serta belanja transfer Rp14,10 triliun, yang semuanya menunjukkan orientasi pada keberlanjutan operasional dan investasi infrastruktur.
Lebih dari sekadar angka fiskal, indikator ekonomi riil di Jawa Tengah turut memperkuat narasi optimisme. Inflasi terkendali pada level 2,65 persen, berada dalam koridor yang aman sesuai target nasional. Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat menjadi 116,84, didorong oleh subsektor hortikultura dan tanaman pangan yang menjadi andalan kesejahteraan agraris. Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) naik ke 110,3, mengindikasikan persepsi positif masyarakat terhadap prospek ekonomi regional di tengah ketidakpastian global.
Baca juga : Serangan Infrastruktur Energi Rusia-Ukraina: Eskalasi Taktik Musim Dingin 2025
Dalam konteks akademis, capaian ini dapat diinterpretasikan sebagai manifestasi dari resiliensi fiskal daerah yang berbasis pada prinsip-prinsip good governance. Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah tidak hanya menjaga momentum pertumbuhan, tetapi juga memperkuat kemandirian ekonomi provinsi. Analisis ini selaras dengan teori fiskal federalisme, di mana alokasi sumber daya yang efisien menjadi kunci dalam menghadapi shock eksternal.
Secara keseluruhan, kinerja fiskal Jawa Tengah hingga kuartal ketiga 2025 menegaskan bahwa pengelolaan keuangan publik tetap adaptif dan sehat. Fondasi ini diharapkan menjadi modal utama untuk mempercepat transformasi ekonomi menuju visi Indonesia Emas 2045, khususnya di wilayah yang dikenal sebagai pusat industri dan agrikultur nasional.
Pewarta : Sriyanto

