
RI News Portal. Padangsidimpuan, 21 Oktober 2025 – Rentetan keluhan warga Pantai Barat Kabupaten Mandailing Natal (Madina) terkait praktik perkebunan yang merugikan menjadi sorotan utama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Madina, Erwin Efendi Lubis. Dalam pernyataan resminya, politisi senior ini menyoroti dua perusahaan utama, PT Palmaris Raya dan PT Rendi Permata Raya, yang disebut-sebut sebagai biang kerok gaduh berkepanjangan di wilayah tersebut.
Erwin, yang ditemui di ruang kerjanya pada Senin (20/10), menegaskan bahwa keberadaan perkebunan di Madina justru menimbulkan lebih banyak kerugian daripada manfaat bagi masyarakat sekitar. “Kita semua tahu bahwa perkebunan di sini sering kali melakukan kesalahan fatal terhadap rakyat, khususnya PT Palmaris Raya dan PT Rendi Permata Raya. Kedua entitas ini selalu menciptakan kegaduhan di Madina,” ujarnya dengan nada tegas, mencerminkan frustrasi yang telah menumpuk selama bertahun-tahun.
Menurut Erwin, pemerintah daerah wajib bersikap tegas dan memihak pada kepentingan masyarakat. “Selama ini, alih-alih membawa kesejahteraan, perkebunan-perkebunan ini hanya menyisakan kericuhan dan keributan. Mulai dari isu koperasi desa yang terpinggirkan hingga pembagian plasma yang tidak adil, pengaduan warga ke DPRD terus mengalir deras,” tambahnya. Ia menekankan bahwa bupati dan jajaran eksekutif harus segera melakukan evaluasi mendalam serta verifikasi ulang terhadap operasional perusahaan-perusahaan tersebut, agar pemerintah tidak justru memperburuk situasi yang sudah pelik.

Lebih lanjut, Erwin mengkritik praktik yang dianggap mengeksploitatif oleh sebagian perusahaan. “Banyak di antaranya seolah-olah menipu dan meraup keuntungan sepihak dari masyarakat. Ambil contoh PT Palmaris Raya; pemerintah harus mempertanyakan Hak Guna Usaha (HGU) mereka secara serius. Warga Pantai Barat ini kasihan sekali, selalu dibenturkan dan dilaga-lagakan demi kepentingan korporasi, tanpa ada perhatian riil terhadap nasib mereka. PT Rendi Permata Raya pun harus lebih transparan dalam menyelesaikan persoalan dengan komunitas setempat,” tegasnya, menyoroti dinamika konflik yang telah meresap ke dalam kehidupan sehari-hari warga.
Sebagai respons potensial terhadap isu ini, DPRD Madina di bawah kepemimpinan Erwin berpeluang mengeluarkan rekomendasi resmi. Langkah tersebut bisa mencakup penghentian sementara operasional, sanksi administratif, serta kajian ulang izin usaha bagi perkebunan yang terbukti bermasalah. “Kami tidak akan tinggal diam. Rekomendasi ini bisa menjadi instrumen hukum untuk memaksa perubahan, demi menjaga keadilan sosial di Pantai Barat,” ungkap Erwin, menandakan komitmen legislatif yang lebih proaktif.
Baca juga : Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) di Desa Sugihan, Wonogiri
Isu perkebunan di Madina bukanlah hal baru; sejak dekade lalu, wilayah Pantai Barat telah menjadi medan pertarungan antara ambisi ekonomi dan hak masyarakat adat. Namun, suara Erwin kali ini tampak lebih mendesak, didorong oleh lonjakan pengaduan yang mencapai puncaknya belakangan ini. Para aktivis lingkungan dan tokoh masyarakat setempat menyambut baik pernyataan ini, berharap menjadi titik balik menuju resolusi yang berkelanjutan.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah daerah belum memberikan tanggapan resmi. Namun, tekanan dari DPRD diyakini akan mendorong dialog multipartai dalam waktu dekat, guna mencegah eskalasi konflik yang berpotensi mengganggu stabilitas sosial-ekonomi di Madina.
Pewarta : Indra Saputra
