
RI News Portal. Demak, 11 Juni 2025 — Dunia pendidikan kembali diguncang oleh kasus dugaan kekerasan fisik oleh tenaga pendidik terhadap siswa. Sebuah video pendek yang memperlihatkan seorang guru diduga menendang murid di ruang kelas SMP Negeri Karangawen, Kabupaten Demak, viral di media sosial sejak Selasa (10/6/2025). Video tersebut memicu keresahan publik dan mengangkat kembali urgensi perlindungan anak dalam lingkungan sekolah.
Dalam rekaman berdurasi beberapa detik itu, tampak seorang pria yang diduga sebagai guru berdiri di atas meja lalu menendang seorang siswa yang sedang duduk. Tendangan tersebut diduga mengenai bagian kepala korban. Identitas pelaku kekerasan diidentifikasi berinisial D, sementara korban, seorang siswa kelas 7, berinisial G. Kejadian ini disebut berlangsung saat pelaksanaan ujian, dengan dugaan bahwa kekerasan dipicu oleh suara siulan dari arah siswa.
Keluarga korban menyatakan keberatan dan telah mengungkapkan niat untuk menempuh jalur hukum. Mereka menyebut tindakan tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip pendidikan dan perlindungan anak. Selain menuntut proses hukum terhadap pelaku, keluarga juga meminta kejelasan pertanggungjawaban dari pihak sekolah, serta jaminan keamanan dan perlindungan psikososial bagi anak mereka.

Langkah hukum keluarga korban sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang secara eksplisit melarang segala bentuk kekerasan fisik, psikis, dan perlakuan tidak manusiawi terhadap anak. Dalam konteks ini, tindakan guru dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran terhadap Pasal 80 dan 76C UU Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa “setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap anak” dan dapat dikenai sanksi pidana.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak SMPN Karangawen maupun Dinas Pendidikan Kabupaten Demak. Ketidakjelasan sikap institusional ini mengundang kritik dari berbagai kalangan, termasuk aktivis pendidikan dan organisasi perlindungan anak, yang menilai lemahnya mekanisme pengawasan dan respons cepat terhadap dugaan pelanggaran etik dan hukum oleh tenaga pendidik.
Ketiadaan klarifikasi dari pihak sekolah mencerminkan kurangnya transparansi dalam menangani kasus yang menyangkut kekerasan di lingkungan pendidikan. Padahal, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan mengamanatkan satuan pendidikan untuk segera menindaklanjuti setiap dugaan kekerasan secara terbuka, akuntabel, dan berpihak pada korban.
Baca juga : KLHK Segel Dua Pabrik Besi di Serang karena Pencemaran Udara, Diduga Berdampak hingga Jakarta
Kasus ini memunculkan pertanyaan serius tentang kualitas pengawasan dan integritas etika profesi guru. Tindakan kekerasan oleh pendidik tidak hanya merusak hak anak atas pendidikan yang aman dan manusiawi, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan.
Menurut Dr. Fadjar Amin, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Semarang, “Kekerasan oleh guru, apapun motifnya, tidak bisa dibenarkan dalam kerangka pendidikan. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi kegagalan moral yang harus dikoreksi secara sistemik.”
Peristiwa ini menjadi cermin penting bagi pembuat kebijakan, sekolah, dan masyarakat untuk meninjau ulang sistem pengawasan perilaku tenaga pendidik serta efektivitas pelatihan etika profesi guru. Diperlukan penguatan mekanisme pelaporan, pengaduan, dan tindak lanjut kasus kekerasan dalam satuan pendidikan. Selain itu, pendekatan berbasis restoratif justice dan pemulihan psikologis siswa juga harus menjadi bagian dari solusi.
Dalam konteks perlindungan anak, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin setiap anak bebas dari kekerasan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 28B Ayat (2) UUD 1945 dan ratifikasi Konvensi Hak Anak oleh Indonesia. Maka, setiap bentuk kekerasan dalam dunia pendidikan tidak hanya persoalan disiplin internal, tetapi juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang harus ditangani dengan serius.
Kekerasan dalam dunia pendidikan, terlebih yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, adalah bentuk deviasi serius dari nilai-nilai pendidikan itu sendiri. Kasus di SMP Negeri Karangawen seharusnya menjadi momentum untuk membangun tata kelola pendidikan yang beradab, aman, dan berpihak pada masa depan anak.
Pewarta : Miftahkul Ma’na

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal
#teman, #all, #wartawan, #berita