
RI News Portal. Sumatera Utara, 30 Mei 2025 — Kasus pelaporan dugaan penganiayaan yang menyeret nama wartawan Satam JM dari Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) dan keluarganya kini menuai perhatian luas dari publik dan komunitas jurnalis. Di balik laporan pidana yang diajukan oleh pelapor bernama Anggraini alias Ani, mencuat indikasi kejanggalan serius: mulai dari dugaan pemaksaan proses hukum, intervensi terhadap jurnalis, hingga manipulasi alat bukti.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penyidik Polres Tebingtinggi menunjukkan kecenderungan untuk melanjutkan perkara ini ke tahap pengadilan, meskipun terdapat bukti-bukti yang justru memperlihatkan pelapor sebagai pihak penyerang. Salah satu bukti kunci adalah sebuah rekaman video yang memperlihatkan tindakan penyerangan terhadap rumah Satam JM di Dusun II, Desa Kuta Baru, Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Serdang Bedagai. Rekaman tersebut sempat viral di media sosial sebelum dihapus oleh pelapor.
“Saya masih menyimpan rekaman itu. Pelapor sempat memviralkannya di Facebook, lalu menghapusnya. Anehnya, pihak kepolisian malah terus mendorong proses hukum terhadap saya dan keluarga saya seolah-olah kami pelaku, padahal kami justru korban,” ujar Satam JM.

Peristiwa ini tidak hanya menyangkut persoalan hukum individual, tetapi juga menyentuh aspek struktural dalam relasi antara aparat penegak hukum dan komunitas pers. Satam JM menilai bahwa proses hukum yang berjalan sarat dengan upaya sistematis untuk membungkam kritik terhadap institusi kepolisian.
“Sinergitas antara polisi dan wartawan seolah hanya formalitas belaka. Saat Hari Pers Nasional, kita dipuji-puji. Tapi di lapangan, kita diintimidasi. Ini bukti bahwa wartawan sebagai pilar keempat demokrasi masih rawan ditekan,” tambah Satam.
Kekhawatiran ini memperkuat tesis bahwa sebagian aktor negara masih memandang kritik sebagai ancaman, bukan sebagai bagian dari dinamika demokrasi. Jika benar terbukti adanya kriminalisasi terhadap jurnalis, maka kasus ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip kebebasan pers yang dijamin dalam Pasal 28F UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Hendra Prasetyo Hutajulu, SH., MH., selaku penasihat hukum Satam JM, menilai bahwa laporan penganiayaan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk dilanjutkan. Ia menegaskan bahwa bukti dan saksi tidak mendukung narasi pelapor.
“Bukti dan saksi kunci tidak lengkap, alat bukti utama justru memperlihatkan pelapor sebagai pihak yang menyerang. Maka secara hukum, laporan ini seharusnya dihentikan melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Bila tidak, ini rawan jadi preseden buruk dalam penegakan hukum,” tegas Hendra.
Dalam konteks sistem peradilan pidana, SP3 merupakan mekanisme legal untuk mencegah proses pidana yang tidak beralasan. Paksaan terhadap kelanjutan proses hukum tanpa dasar kuat berpotensi melanggar asas due process of law dan membuka ruang penyalahgunaan kewenangan.

Mengingat indikasi tidak netralnya proses penyelidikan di lingkungan Polres Tebingtinggi, pihak Satam JM mendesak agar gelar perkara dilakukan langsung di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Selain itu, mereka juga mengajukan permintaan kepada Divisi Propam Polda Sumut dan Mabes Polri untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tebingtinggi.
“Kami khawatir ada penggiringan opini dan permainan di internal Polres. Gelar perkara harus di TKP agar semua pihak bisa melihat langsung konteks dan kronologi kejadian. Jika dibiarkan, ini bisa jadi contoh buruk tentang perlakuan aparat terhadap wartawan,” tutup Satam.
Kasus ini menjadi cerminan penting tentang masih rapuhnya perlindungan terhadap profesi jurnalis di tingkat lokal. Jika benar terjadi upaya kriminalisasi, maka hal ini menjadi sinyal peringatan terhadap kinerja institusi kepolisian yang seharusnya menjunjung tinggi asas objektivitas, imparsialitas, dan perlindungan terhadap hak-hak sipil.
Penanganan kasus ini akan menjadi preseden hukum dan etika demokrasi di Indonesia. Diperlukan keberanian dan integritas dari lembaga penegak hukum, pers, serta masyarakat sipil untuk mencegah terjadinya pembungkaman terhadap suara-suara kritis, yang merupakan esensi dari demokrasi yang sehat.
Pewarta : Tukino

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal