
“Agar masyarakat Semarang dan Kabupaten Semarang berhati-hati saat melakukan transaksi melalui internet. Pastikan semua informasi diverifikasi secara detail, termasuk identitas penjual, bukti legalitas usaha, dan testimoni dari pembeli lain, guna menghindari potensi penipuan yang semakin marak.“
RI News Portal. Semarang, Mei 2025 — Kasus dugaan penipuan dalam transaksi daring kembali terjadi, kali ini menimpa seorang warga bernama Wibisono yang bertransaksi dengan entitas bernama Warung Mandiri Global. Peristiwa ini menambah daftar panjang praktik kejahatan siber di sektor niaga daring, terutama yang memanfaatkan platform media sosial dan aplikasi pesan instan seperti WhatsApp dan Facebook dengan akun Dwimas Novi Nubuwan.
Wibisono mengaku melakukan pemesanan satu unit LPG 3 Kg kepada akun WhatsApp atas nama Warung Mandiri Global. Komunikasi awal berjalan lancar, dan pelaku mengklaim siap mengirimkan barang setelah pembayaran dilakukan. Sesuai kesepakatan yang terekam dalam pesan WhatsApp, Wibisono kemudian mentransfer dana ke rekening virtual BRIVA dengan nomor 14687081298208178 atas nama WR Global 08XX.
Namun, setelah transaksi selesai, gas LPG tidak kunjung dikirim. Upaya konfirmasi melalui WhatsApp dan Facebook menemui kegagalan, karena seluruh akses komunikasi Wibisono diblokir. Termasuk akun Facebook promosi Warung Mandiri Global yang sebelumnya aktif menayangkan layanan produk mereka.

Pelaku sempat membagikan lokasi pengambilan gas yang mengarah ke PT. Wahyu Jaya, beralamat di Jl. Suratmo No. 317, Manyaran, Semarang Barat. Namun, belum dapat dipastikan apakah lokasi tersebut merupakan tempat usaha resmi atau sekadar dimanfaatkan untuk menyamarkan tindakan ilegal.
Pelaku juga sempat mengirimkan foto nota pembayaran atas nama “Global Mandiri Grup” dan gambar seseorang yang diklaim sebagai sopir pengantar barang, menggunakan nomor WhatsApp 0831-5378-6149.
Dugaan penipuan ini masuk dalam kategori kejahatan siber (cybercrime), khususnya dalam transaksi elektronik. Dalam perspektif hukum positif Indonesia, peristiwa ini dapat dijerat melalui beberapa ketentuan berikut:
- Pasal 28 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
- Pasal 45A ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU ITE, dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
- Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, yang mengatur bahwa: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang, membayar atau menuliskan hutang, dihukum karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Baca juga : Presiden Prabowo Imbau Menteri Kabinet Merah Putih Jaga Etika Komunikasi Publik
Selain itu, tindakan pemblokiran setelah menerima pembayaran dan tidak menepati janji pengiriman merupakan indikasi kuat adanya itikad tidak baik, yang menegaskan unsur-unsur subjektif dari perbuatan melawan hukum.
Dari sisi etika bisnis, kasus ini menunjukkan pelanggaran terhadap prinsip transparansi, kejujuran, dan tanggung jawab. Perusahaan atau entitas dagang yang mempromosikan produk melalui platform digital memiliki kewajiban moral untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik. Sementara itu, dari sudut pandang hukum perlindungan konsumen, kasus ini mencederai hak konsumen atas informasi yang benar, atas barang yang dijanjikan, dan atas perlakuan yang adil dalam transaksi.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga memberikan landasan untuk menuntut pertanggungjawaban pelaku, khususnya dalam hal:
- Pasal 9 ayat (1): “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”
- Pasal 19 ayat (1): “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”

Wibisono, sebagai korban, berharap aparat penegak hukum dan instansi terkait seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kepolisian (unit siber), dan lembaga perlindungan konsumen dapat segera melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap pelaku.
Selain itu, perlu ada langkah sistemik untuk mengawasi aktivitas perdagangan daring, khususnya yang menggunakan akun pribadi di platform sosial media. Pemanfaatan teknologi verifikasi digital, peningkatan literasi konsumen, serta kerjasama lintas sektor antara pemerintah, penyedia platform, dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam menekan angka kejahatan digital yang semakin meningkat.
Pewarta : Nandang Bramantyo

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal