
RI News Portal. Jakarta 14 Juli 2025 – Indonesia kembali menunjukkan peran strategisnya di kancah perdagangan internasional melalui partisipasi dalam The 31st China Lanzhou Investment and Trade Fair (CLITF), yang diselenggarakan di Kota Lanzhou, Provinsi Gansu, Republik Rakyat Tiongkok, pada 6–10 Juli 2025. Keikutsertaan 16 perusahaan Indonesia dalam pameran ini mempertegas komitmen Indonesia dalam memperluas jejaring dagang di jalur barat Tiongkok, yang selama ini kurang tersentuh pasar global.
Indonesia mendapat kehormatan sebagai Guest Country of Honor, suatu pengakuan simbolik yang menunjukkan peningkatan posisi Indonesia sebagai mitra strategis dalam hubungan dagang bilateral dengan Tiongkok. “Keikutsertaan Indonesia menjadi bentuk pengakuan terhadap peran strategis Indonesia sebagai mitra dagang utama China sekaligus memperluas pasar ekspor di kawasan China Barat Laut,” ujar Budi Hansyah, Atase Perdagangan KBRI Beijing, dalam keterangan resminya.
Paviliun Indonesia yang dibuka langsung oleh Duta Besar RI Djauhari Oratmangun, berdiri di zona “Silk Road International Cooperation” dengan luas 162 meter persegi. Dirancang dengan nuansa tropis dan sentuhan budaya khas Nusantara, paviliun tersebut bukan hanya menjadi arena transaksi, tetapi juga simbol soft diplomacy—memadukan kekuatan ekonomi dengan identitas budaya nasional.

Pameran ini juga disambut oleh tokoh-tokoh penting dari China, seperti Wakil Ketua CPPCC Gao Yunlong dan Sekretaris Partai Provinsi Gansu Hu Changsheng, yang menandai pentingnya hubungan bilateral yang tengah berkembang. Interaksi diplomatik semacam ini memperkuat daya tawar Indonesia di jalur perdagangan regional yang selama ini didominasi oleh aktor-aktor ekonomi besar Asia Timur.
Perusahaan Indonesia yang berpartisipasi menampilkan berbagai produk unggulan, dari kopi, makanan ringan, dan kerajinan tangan hingga produk perawatan kulit, sarang burung walet, batik, dan fesyen. Nama-nama seperti Indofood, Nabati, UD Raja Kopi, Ellyhan Jewelry, hingga PT Guna Graha Gemilang turut meramaikan ajang ini, menunjukkan ragam kekuatan ekonomi kreatif dan agrikultur Indonesia.
Selama lima hari pelaksanaan, Indonesia mencatatkan transaksi ritel langsung sebesar USD 12.363,73 (sekitar Rp200 juta) serta potensi kerja sama bisnis senilai USD 360.000 (sekitar Rp5 miliar). Meski tergolong awal, angka tersebut menjadi indikasi awal keberhasilan penetrasi pasar Indonesia ke kawasan non-tradisional Tiongkok.
Baca juga : Pemprov DKI Jakarta Perkuat Pencegahan Kekerasan pada Masa MPLS Melalui TPPKS dan Pos SAPA
Selain partisipasi dalam pameran, forum bisnis bertajuk “China–Indonesia Business Networking Forum: Deepening Economic and Trade Cooperation Opportunities” juga digelar. Dalam forum ini, diplomat senior dari Kementerian Luar Negeri Daniel Tumpal Simanjuntak dan pejabat dari Kemenko Pangan Rumaksono menjadi pembicara utama. Diskusi fokus pada kerja sama sektor pertanian, energi terbarukan, dan bisnis pangan.
Menurut Budi Hansyah, pameran ini bukan semata ajang promosi jangka pendek, namun bagian dari strategi membangun jejaring dan kolaborasi jangka panjang. Fokus diarahkan pada sektor yang sejalan dengan prioritas pembangunan Indonesia—yakni hilirisasi sumber daya, ketahanan pangan, dan transisi energi.
Provinsi Gansu bukan wilayah dagang utama di China, namun kini mencatat posisi signifikan sebagai mitra dagang kedua terbesar Indonesia di Asia Tenggara, dengan volume perdagangan mencapai USD 564 juta pada 2024. Nilai investasi perusahaan Gansu di Indonesia pun tercatat sebesar USD 1,32 miliar, menunjukkan minat besar sektor swasta Tiongkok untuk memperluas jangkauan ke Indonesia, terutama pada sektor pertanian presisi, teknologi energi, pendidikan, dan logistik cerdas.
Partisipasi Indonesia dalam CLITF 2025 menjadi momentum strategis untuk membuka kerja sama baru di luar poros dagang utama seperti Beijing, Shanghai, atau Guangdong, dan memperkuat peta diplomasi perdagangan Indonesia di Tiongkok bagian barat yang kini berkembang pesat berkat inisiatif Belt and Road.
China tetap menjadi negara tujuan ekspor utama bagi Indonesia. Pada periode Januari–Mei 2025, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke China mencapai USD 24,25 miliar—sekitar 22,9% dari total ekspor nonmigas nasional. Komoditas utama seperti batu bara, nikel, minyak sawit, dan besi baja mengalami peningkatan permintaan, seiring naiknya kebutuhan sektor industri dan energi Tiongkok.
Namun, kebijakan Made in China 2025 yang mengedepankan kemandirian industri nasional dan proteksionisme terselubung, menjadi tantangan tersendiri bagi negara mitra seperti Indonesia. Diperlukan pendekatan kebijakan yang adaptif agar ekspansi pasar Indonesia di China tidak hanya bersifat komoditas, tetapi juga bernilai tambah dan berbasis teknologi.
Keikutsertaan Indonesia dalam CLITF 2025 merupakan contoh nyata sinergi antara diplomasi dagang, promosi budaya, dan strategi pembangunan ekonomi nasional. Pameran ini bukan hanya soal transaksi, tetapi tentang posisi Indonesia dalam lanskap geopolitik Asia yang dinamis. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat mengoptimalkan peluang dari pasar non-tradisional Tiongkok, sembari memperkuat fondasi diplomasi ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
Pewarta : Setiawan S.TH

