RI News Portal. Jakarta, 15 Desember 2025 – Dalam upaya strategis untuk mengatasi jebakan pendapatan menengah (middle-income trap) dan mewujudkan visi negara industri yang mandiri, pemerintah Indonesia menempatkan hilirisasi sumber daya alam sebagai fondasi utama transformasi ekonomi nasional. Kebijakan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan nilai tambah komoditas domestik, tetapi juga memperkuat kedaulatan ekonomi di tengah dinamika transisi energi global.
Indonesia saat ini memimpin produksi global beberapa komoditas kunci, seperti nikel dan kelapa sawit yang menduduki peringkat teratas dunia, disusul timah serta bauksit. Posisi strategis ini menjadikan negara sebagai aktor sentral dalam rantai pasok energi terbarukan dan teknologi hijau internasional. Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani menekankan bahwa hilirisasi telah berevolusi dari sekadar program sektoral menjadi strategi nasional untuk merestrukturisasi ekonomi, memperpanjang rantai nilai, dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
Pernyataan tersebut disampaikan Rosan dalam berbagai forum diskusi kebijakan, termasuk saat mengapresiasi buku Indonesia Naik Kelas karya Dany Amrul Ichdan, Wakil Direktur Utama MIND ID. Buku tersebut menyajikan analisis mendalam beserta peta jalan konkret untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan hingga 8 persen, yang selaras dengan ambisi Indonesia Emas 2045. Rosan menilai karya tersebut sebagai kontribusi intelektual signifikan yang memperkaya diskursus pembangunan nasional.

Di tengah gejolak ekonomi global, Indonesia mempertahankan pertumbuhan sekitar 5 persen, menjadikannya salah satu ekonomi terbesar dan paling resilien di Asia Tenggara. Keberhasilan ini mencerminkan efektivitas arah kebijakan saat ini, dengan hilirisasi sebagai salah satu pilar penopang utama. Data terkini menunjukkan bahwa sepanjang Januari hingga September 2025, sektor hilirisasi berhasil menarik investasi mencapai Rp431,4 triliun, setara lebih dari 30 persen dari total realisasi investasi nasional. Angka ini mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 58,1 persen, didorong terutama oleh sektor mineral, perkebunan, kehutanan, migas, dan perikanan.
Rosan, yang juga memimpin Badan Pengelola Investasi Danantara, menyatakan bahwa target pertumbuhan 8 persen dalam lima tahun mendatang memerlukan investasi kumulatif sekitar 815 miliar dolar AS. Pencapaian ini tidak dapat bergantung solely pada konsumsi domestik, melainkan harus melalui transformasi struktural mendalam. Prioritas utama adalah menarik investasi berkualitas tinggi yang mampu meningkatkan produktivitas, memfasilitasi transfer teknologi, dan memperkuat integrasi rantai nilai lokal.
Baca juga : Kebakaran di Pasar Induk Kramat Jati: Korsleting Listrik dan Kerentanan Material Mudah Terbakar
Untuk mendukung agenda tersebut, pemerintah terus mendorong reformasi struktural, termasuk penyempurnaan fiskal dan sistem perpajakan yang lebih kompetitif. Pajak kini diposisikan sebagai instrumen insentif untuk memacu inovasi dan akselerasi transisi energi hijau. Langkah ini diharapkan menciptakan ekosistem investasi yang lebih atraktif, sekaligus memastikan manfaat hilirisasi tersebar merata bagi masyarakat.
Analisis akademis menunjukkan bahwa keberhasilan hilirisasi tidak hanya bergantung pada kebijakan makro, tetapi juga pada harmonisasi regulasi antarlembaga, penguatan kapasitas sumber daya manusia, dan mitigasi risiko lingkungan. Dengan fondasi yang kuat ini, Indonesia berpotensi tidak hanya keluar dari jebakan pendapatan menengah, tetapi juga menjadi kekuatan industri global yang berkelanjutan pada pertengahan abad ini.
Pewarta : Yudha Purnama

