RI News Portal. Denpasar, 10 November 2025 – Dalam sebuah pidato yang sarat makna historis, Gubernur Bali I Wayan Koster menyerukan kepada generasi muda untuk menjadikan perjuangan para pahlawan sebagai panduan utama dalam menghadapi tantangan kontemporer. Pidato ini disampaikan di tengah upaya memperkuat identitas nasional di tengah arus globalisasi yang semakin pesat.
Koster menggambarkan para pahlawan bukan sebagai figur statis yang hanya tercatat dalam catatan sejarah, melainkan sebagai sumber inspirasi abadi yang terus menerangi perjalanan bangsa. “Dari pertempuran sengit di Surabaya hingga perlawanan gigih di Bandar Aceh, dari Ambarawa hingga Biak, mereka berkorban bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk masa depan generasi yang belum mereka temui—yaitu kita semua,” ungkapnya, menekankan dimensi altruistik perjuangan kemerdekaan.
Menurut Koster, kemerdekaan bukanlah anugerah instan, melainkan hasil dari proses panjang yang melibatkan kesabaran, keberanian, kejujuran, kebersamaan, dan keikhlasan. Ia merinci tiga nilai inti yang patut diteladani dari para pahlawan untuk membangun karakter bangsa yang tangguh.

Pertama, kesabaran sebagai fondasi kemenangan. Para pahlawan, kata Koster, sabar dalam menuntut ilmu, menyusun strategi, menantikan momen tepat, dan membangun solidaritas meskipun sumber daya terbatas. Bahkan di tengah perbedaan visi dan pendekatan, mereka tetap teguh. “Kesabaran inilah yang melahirkan kemerdekaan, karena prosesnya ditempa oleh waktu dan ketulusan hati,” jelasnya, mengilustrasikan bagaimana ketergesaan justru dapat merusak fondasi perjuangan.
Kedua, prioritas pada kepentingan nasional di atas segalanya. Pasca-kemerdekaan, para pahlawan tidak terjebak dalam perebutan kekuasaan atau balas jasa. Sebaliknya, mereka kembali ke masyarakat: mengajar, membangun infrastruktur, bercocok tanam, dan melanjutkan pengabdian tanpa pamrih. “Kehormatan sejati terletak pada warisan manfaat bagi rakyat, bukan pada jabatan semu,” tegas Koster, menyoroti kontras dengan dinamika politik masa kini.
Ketiga, visi jangka panjang yang berorientasi pada generasi mendatang. Perjuangan mereka adalah bentuk ibadah, di mana pengorbanan menjadi doa abadi untuk kemakmuran bangsa. Menyerah, bagi mereka, berarti mengkhianati amanah kemanusiaan. “Semangat pantang menyerah ini menjadi modal besar bagi kita untuk mewujudkan cita-cita yang telah dirintis,” tambahnya.
Baca juga : Ziarah Laut Teluk Lampung: Eva Dwiana Tekankan Warisan Perjuangan Pahlawan sebagai Fondasi Pembangunan Kota
Di era modern, Koster menekankan transformasi bentuk perjuangan: dari senjata tradisional seperti bambu runcing menjadi senjata pengetahuan, empati, dan dedikasi. Semangat intinya tetap: membela yang tertindas, menegakkan keadilan, dan memastikan inklusivitas pembangunan nasional. Nilai-nilai ini, lanjutnya, selaras dengan Asta Cita yang digagas Presiden Prabowo Subianto, mencakup penguatan ketahanan negara, peningkatan kualitas pendidikan, penegakan keadilan sosial, serta pembentukan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan berdaya saing.
Koster mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mensyukuri kemerdekaan dengan komitmen nyata: bekerja lebih giat, berpikir lebih tajam, dan melayani dengan ketulusan. “Seperti para pahlawan yang telah mendedikasikan segalanya, kini giliran kita menjaga api perjuangan tetap menyala melalui aksi konkret dan dampak positif,” pungkasnya, menutup dengan slogan “Pahlawanku teladanku, terus bergerak melanjutkan perjuangan.”
Pidato ini tidak hanya menjadi pengingat historis, tetapi juga kritik implisit terhadap potensi apatis generasi muda di tengah kemajuan teknologi. Dengan menekankan adaptasi nilai pahlawan ke konteks kekinian, Koster berupaya membangun narasi nasionalisme yang relevan, mendorong kontribusi aktif dalam pembangunan berkelanjutan.
Pewarta : Kade (NAL)

