
RI News Portal. Lampung Barat, 22 Oktober 2025 – Insiden pohon tumbang di ruas jalan provinsi Liwa-Ranau, tepatnya di Pekon Padang Cahya, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat, tidak hanya mengganggu arus kendaraan secara sementara, tetapi juga memicu kerusakan infrastruktur pendukung yang lebih luas. Pada Selasa sore (21/10/2025), tiang listrik yang roboh akibat dampak jatuhnya pohon tersebut melintang menutupi lebih dari separuh badan jalan, memaksa pengendara untuk berlalu-lalang secara bergantian di lajur sempit yang tersisa. Kejadian ini menyoroti kerentanan infrastruktur jalan raya di wilayah pegunungan Lampung terhadap bencana alam musiman, sekaligus menguji mekanisme respons darurat pemerintah daerah.
Menurut Mekal Novisa, Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung Barat, yang mewakili Pelaksana Harian Kepala BPBD Padang Prio Utomo, penanganan awal terhadap pohon tumbang di titik pertama telah selesai dan lalu lintas kembali normal. “Kami berhasil mengamankan lokasi tersebut dengan cepat, memastikan tidak ada korban jiwa atau kerusakan permanen,” ujar Novisa dalam pernyataan resminya. Namun, di titik terpisah hanya beberapa ratus meter dari lokasi awal, tiang listrik milik PLN ikut terganggu, menciptakan hambatan baru yang masih menunggu intervensi teknis. “Ini bukan kewenangan kami secara langsung, jadi kami telah berkoordinasi dengan PLN untuk proses penanganan lebih lanjut,” tambahnya, menekankan bahwa upaya saat ini difokuskan pada pengamanan sementara agar tidak ada kecelakaan lanjutan.
Dari observasi lapangan, situasi di lokasi tiang roboh memang memungkinkan kendaraan ringan dan berat untuk melintas, meskipun dengan keterbatasan signifikan. Hanya separuh lebar jalan yang dapat digunakan, sehingga pengendara dari dua arah harus saling bergantian dalam sistem one-way sementara. Hal ini berpotensi memperpanjang waktu tempuh bagi warga setempat dan pelancong yang menghubungkan Lampung Barat dengan wilayah Lampung Selatan, terutama di musim hujan yang sering membawa angin kencang dan curah hujan tinggi. Seorang sopir truk lokal, yang enggan disebut namanya, mengeluhkan, “Kami harus nunggu berjam-jam kalau ramai, padahal jalan ini jalur utama untuk angkut hasil bumi dari Ranau.”

Fenomena ini bukanlah yang pertama di Lampung Barat, di mana topografi berbukit dan vegetasi tropis sering kali menjadi pemicu bencana sekunder seperti longsor atau kerusakan utilitas. Data historis dari BPBD setempat mencatat setidaknya lima insiden serupa sepanjang 2024-2025, yang sebagian besar disebabkan oleh penebangan liar atau kurangnya pemeliharaan rutin terhadap pepohonan di pinggir jalan. Secara akademis, kejadian ini merefleksikan dinamika risiko bencana di kawasan rawan, sebagaimana dibahas dalam studi mitigasi bencana oleh para ahli lingkungan Universitas Lampung. Menurut riset terbaru yang diterbitkan di Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan (2024), kurangnya integrasi data geografis dalam perencanaan infrastruktur dapat meningkatkan frekuensi gangguan hingga 30 persen di daerah pegunungan seperti ini. Peneliti utama, Dr. Rina Susanti, menekankan bahwa solusi jangka panjang melibatkan pemetaan digital pohon berisiko dan kolaborasi antarinstansi untuk pemangkasan preventif.
Selain aspek teknis, insiden ini juga menggarisbawahi tantangan koordinasi lintas sektor dalam manajemen darurat. BPBD, sebagai garda terdepan, sering kali bergantung pada mitra seperti PLN dan Dinas Perhubungan Provinsi untuk respons cepat, namun proses birokrasi kadang menghambat efisiensi. Novisa menambahkan bahwa protokol koordinasi yang ada telah diaktifkan, dengan target penyelesaian dalam 24-48 jam ke depan. “Kami prioritaskan keselamatan pengguna jalan, sambil memantau potensi cuaca ekstrem yang diprediksi oleh BMKG hingga akhir pekan ini,” katanya.
Baca juga : Kemenimipas Gencarkan Razia: Ribuan Senjata Tajam, Ponsel, dan Narkoba Disita dari Lapas dan Rutan
Di tengah gangguan ini, upaya adaptasi masyarakat lokal patut diapresiasi. Petugas keamanan darurat dari desa setempat telah dikerahkan untuk mengatur arus kendaraan, sementara relawan komunitas membantu memasang rambu peringatan darurat. Kejadian ini menjadi pengingat bagi pemerintah daerah untuk memperkuat program resiliensi, seperti yang direkomendasikan dalam Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Bencana 2025-2030. Dengan demikian, bukan hanya pemulihan pasca-insiden yang penting, tetapi juga pencegahan berbasis ilmu pengetahuan untuk menjaga kelancaran mobilitas di wilayah yang vital secara ekonomi.
Berita ini dikembangkan dari laporan lapangan dan wawancara langsung, dengan penekanan pada analisis kontekstual untuk pemahaman yang lebih mendalam. Pembaca diundang untuk berbagi pengalaman serupa di kolom komentar di bawah, guna memperkaya diskusi tentang keamanan infrastruktur daerah.
Pewarta : IF
