
RI News Portal. Jakarta, 10 Juni 2025 — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengunjungi Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk melakukan koordinasi pencegahan menyusul mencuatnya dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh salah satu pejabat kementerian tersebut. Gratifikasi itu diduga terkait dengan pembiayaan acara pernikahan anak sang pejabat, dan mencuat ke publik sebagai bentuk penyalahgunaan jabatan dalam ranah privat.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa langkah yang diambil KPK bersifat preventif dan bukan dalam konteks tindakan represif seperti penggeledahan atau penangkapan. “Iya, tindak lanjut yang sebelumnya ramai di publik,” ujarnya saat dikonfirmasi kantor berita ANTARA dari Jakarta, Selasa. “Koordinasi terkait pencegahan saja,” tambahnya.
Pernyataan ini seolah menegaskan paradigma baru dalam penegakan hukum antikorupsi: tidak hanya menindak, tetapi juga mencegah sejak dini potensi pelanggaran etika dan hukum oleh pejabat negara.

Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, mengonfirmasi bahwa dirinya telah menerima laporan awal dari Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian PU. “Saya sudah terima laporan dari Irjen beberapa saat lalu, tetapi saya sudah perintahkan Irjen untuk menindaklanjuti. Belum terima laporan lebih lanjutnya,” ungkapnya di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Rabu (28/5).
Dalam perkembangan terbaru, Inspektur Jenderal Kementerian PU, Dadang Rukmana, menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu hasil investigasi internal serta hasil koordinasi dengan KPK. “Kami masih menunggu keputusan atau hasil penyelidikan oleh Inspektorat Jenderal atau Inspektur Investigasi Kementerian PU dan KPK,” demikian keterangan tertulis yang disampaikan melalui Biro Komunikasi Publik, Senin (2/6)
Kasus dugaan gratifikasi ini menggambarkan kompleksitas batas antara ruang publik dan privat dalam birokrasi Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi dapat dikategorikan sebagai suap apabila tidak dilaporkan kepada KPK dalam waktu 30 hari kerja.
Secara etis, pemanfaatan jabatan publik untuk memperoleh bantuan dalam acara keluarga pribadi dapat memunculkan konflik kepentingan (conflict of interest) yang melemahkan kepercayaan publik terhadap integritas aparatur negara. Dalam kerangka ini, langkah KPK yang memilih jalur pencegahan perlu diapresiasi sebagai pendekatan restoratif, bukan semata-mata represif.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya revitalisasi mekanisme pengawasan internal di kementerian dan lembaga, termasuk peran aktif Inspektorat Jenderal. Selain itu, penguatan budaya integritas di kalangan pejabat publik harus terus diinternalisasi melalui kode etik, pelatihan antikorupsi, dan keterbukaan informasi publik.
Jika terbukti, kasus ini bisa menjadi preseden penting dalam menegakkan prinsip clean governance, sekaligus menjadi momentum bagi Kementerian PU untuk memperkuat sistem kontrol internal, termasuk mekanisme pelaporan gratifikasi dan perlindungan pelapor (whistleblower protection).
Pewarta : Vie

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal
#teman, #all, #wartawan, #berita
Kesuksesan hasil dari perjuangan diri