
RI News Portal. Wonogiri – Implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Wonogiri memasuki fase operasional awal dengan berfungsinya dua dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kecamatan Jatisrono. Kedua dapur tersebut—yang berlokasi di Dusun Jatinom, Desa Jatisrono, serta Dusun Ngrandu, Desa Gunungsari—resmi melayani ribuan siswa sejak Senin (1/9/2025).
Data lapangan menunjukkan, dapur di Dusun Ngrandu menyalurkan makanan kepada 3.183 siswa, sementara dapur di Dusun Jatinom melayani 3.062 siswa. Total 6.245 penerima manfaat MBG saat ini menjadi bukti awal bahwa program ini mulai menyentuh kelompok sasaran utama, yakni peserta didik dari PAUD hingga SLTA sederajat.

SERTU Agus Guritno, pendamping program dari Koramil 14 Jatisrono, menjelaskan bahwa jumlah tersebut baru sebagian dari total kebutuhan. Berdasarkan pendataan, lebih dari 12.000 siswa di kecamatan ini masuk dalam daftar penerima, belum termasuk kelompok balita dan lansia yang secara kebijakan juga berpotensi menjadi target gizi tambahan.
“Dari kuota itu, lima dapur diperkirakan mencukupi. Namun baru dua dapur yang beroperasi. Sejauh ini kita baru bisa melayani 6.245 siswa,” ungkapnya kepada RI News Portal.
Menurut Agus Guritno, pembangunan SPPG memang dilakukan secara bertahap. Sejumlah dapur lain masih dalam proses verifikasi dan pembangunan dengan progres rata-rata 60 persen. Kondisi ini menuntut koordinasi intensif antar-mitra pelaksana agar distribusi pangan bergizi dapat berjalan efektif tanpa menimbulkan ketimpangan.
Baca juga : Kapolda Jateng Tekankan Sinergi Lintas Sektor Saat Kunjungan Kerja ke Wonogiri
Hal senada disampaikan oleh PELDA Slamet Susilo. Ia menilai bahwa secara hitungan matematis, lima dapur SPPG cukup untuk menampung kuota MBG di Jatisrono. “Satu dapur bisa melayani sekitar 3.000 orang. Jika ada lima dapur, kapasitas total mencapai 15.000. Padahal jumlah penerima di Jatisrono kurang dari 14.000. Jadi sebenarnya sudah proporsional,” jelasnya.
Persoalan berikutnya adalah penyesuaian geospasial. Dengan kapasitas berlebih, setiap dapur perlu didistribusikan sesuai wilayah agar tidak terjadi penumpukan penerima di satu titik dan kekosongan di titik lain.
Keterlibatan Koramil Jatisrono dan Polsek Jatisrono menjadi aspek penting dalam memastikan program ini berjalan sesuai standar pelayanan publik. Aparat setempat tidak hanya berperan dalam pengamanan, tetapi juga menjadi fasilitator koordinasi antarmitra pelaksana.
“Kami akan membantu mengatur agar tidak ada tumpang tindih penerima. Monitoring rutin tetap dilakukan, termasuk memastikan kualitas makanan yang disajikan. Anak-anak, ibu menyusui, maupun ibu hamil harus menerima makanan yang layak konsumsi dengan kandungan gizi seimbang,” tegas Agus Guritno.
Operasionalisasi SPPG di Jatisrono memperlihatkan model pelayanan publik berbasis kolaborasi. Pemerintah, aparat keamanan, dan mitra masyarakat bersinergi untuk mendistribusikan gizi sebagai hak dasar warga negara. Namun demikian, sejumlah catatan tetap mengemuka:

- Kesenjangan akses – Baru dua dapur yang berfungsi, sehingga belum seluruh siswa menerima manfaat.
- Kapasitas dan kualitas – Meski jumlah dapur dianggap cukup, aspek kualitas gizi dan distribusi merata masih menjadi pekerjaan rumah.
- Sustainabilitas – Tantangan keberlanjutan program bergantung pada konsistensi anggaran, pengawasan, serta koordinasi lintas sektor.
Dengan demikian, pelaksanaan MBG di Jatisrono tidak hanya soal teknis penyediaan pangan, melainkan juga representasi dari upaya negara memenuhi keadilan sosial melalui intervensi gizi yang merata dan terukur.
Pewarta : Nandar Suyadi
