RI News Portal. Jakarta, 6 November 2025 – Dalam pertandingan yang menegaskan kembali kekuatan lini serang Manchester City, skuad asuhan Pep Guardiola berhasil membantai Borussia Dortmund dengan skor telak 4-1 pada matchday keempat fase grup Liga Champions musim 2025/2026. Laga yang digelar di Stadion Etihad pada Kamis dini hari WIB ini menjadi bukti nyata superioritas taktis tuan rumah, di mana Phil Foden tampil sebagai protagonis utama dengan dua gol krusial, disokong kontribusi Erling Haaland dan Mathis Cerki. Satu-satunya balasan dari Dortmund datang dari Anton Waldemar, yang terlambat untuk mengubah nasib tim tamu.
Kemenangan ini bukan sekadar akumulasi poin, melainkan manifestasi dari pendekatan Guardiola yang mengintegrasikan penguasaan bola tinggi dengan transisi cepat. Menurut data resmi UEFA yang dirilis pada Kamis, Manchester City kini menduduki peringkat keempat di klasemen grup dengan raihan 10 poin dari empat pertandingan, memperkuat posisi mereka sebagai kontender serius untuk lolos ke babak knockout. Analisis pasca-pertandingan menunjukkan bahwa City mencatatkan penguasaan bola hingga 68 persen, dengan 18 percobaan tembakan—delapan di antaranya tepat sasaran—dibandingkan hanya enam upaya Dortmund.
Pertandingan dimulai dengan intensitas tinggi dari kubu tuan rumah, yang memanfaatkan dukungan suporter Etihad untuk mendikte tempo. Pada menit ke-22, Foden membuka keran gol melalui eksekusi teknis luar biasa: tembakan melengkung dari luar kotak penalti yang memanfaatkan ruang sempit di antara lini tengah Dortmund. Gol ini bukan hasil kebetulan, melainkan produk dari rotasi posisional yang menjadi ciri khas Guardiola, di mana Foden bergerak bebas dari sayap kanan untuk mengeksploitasi celah di pertahanan lawan. Kiper Dortmund, Gregor Kobel, yang dikenal andal, tak mampu mengantisipasi arah bola yang melengkung sempurna ke sudut atas gawang.

Keunggulan City berlipat ganda hanya tujuh menit berselang. Jeremy Doku, yang tampil lincah di flank kiri, melepaskan umpan silang mendatar presisi yang disambar Haaland dengan tendangan keras voli. Gol ini mencerminkan sinergi mematikan antara kreator dan finisher; Haaland, dengan insting predatornya, memanfaatkan kelemahan koordinasi bek Dortmund untuk menyelesaikan dengan efisien. Babak pertama berakhir 2-0, dengan Dortmund terkurung dalam tekanan tinggi City yang memaksa mereka melakukan kesalahan umpan berulang di sepertiga akhir lapangan.
Memasuki paruh kedua, City tak menunjukkan tanda-tanda relaksasi. Foden kembali menjadi momok pada menit ke-57, kali ini dengan tembakan kaki kiri dari sudut sempit yang lagi-lagi mengecoh Kobel. Brace Foden ini bukan hanya pencapaian individu, tapi juga ilustrasi dari fleksibilitas taktis City: pemain Inggris itu bertransisi dari winger menjadi false nine sementara, membingungkan marking Dortmund yang mengandalkan zonal defense. Skor menjadi 3-0, dan dominasi terlihat dari statistik babak kedua, di mana City menciptakan peluang beruntun melalui pressing kolektif.
Dortmund, yang datang dengan formasi 4-2-3-1 untuk mengejar keseimbangan, sempat menunjukkan tanda kebangkitan pada menit ke-72. Waldemar, memanfaatkan momen lengah di lini belakang City, memperkecil ketertinggalan menjadi 3-1 melalui sundulan dari sepak pojok. Gol ini sempat menyuntikkan harapan, menyoroti potensi serangan balik Dortmund yang bergantung pada kecepatan pemain seperti Karim Adeyemi dan Maximilian Beier. Namun, respons City cepat dan tegas. Di masa injury time, Mathis Cerki—pemain muda yang semakin menonjol di skuad Guardiola—menyegel kemenangan dengan gol penutup yang memicu euforia di tribun. Cerki memanfaatkan kesalahan backpass Dortmund untuk melakukan solo run dan menyelesaikan dengan tenang, menegaskan kedalaman skuad City di lini depan.
Baca juga : Drama Enam Gol di Jan Breydelstadion: Barcelona Selamat dari Kekalahan di Tangan Club Brugge
Dari perspektif akademis, pertandingan ini menawarkan studi kasus tentang evolusi taktik Guardiola di era pasca-de Bruyne. Formasi 4-3-3 City, dengan Gianluigi Donnarumma sebagai penjaga gawang stabil, didukung lini tengah dinamis berisi Nico Gonzalez, Savinho, dan Tijjani Reijnders. Trio ini memastikan transisi bola cepat dari belakang ke depan, dengan O’Reilly dan Nunes memberikan lebar di full-back. Haaland, meski hanya satu gol, menjadi titik fokus yang menarik bek lawan, membuka ruang bagi Foden dan Doku.
Sebaliknya, Dortmund di bawah Nuri Sahin tampak kesulitan adaptasi. Formasi 4-2-3-1 mereka, dengan duet pivot Nmecha-Sabitzer, gagal mengontrol midfield melawan pressing City. Kiper Kobel, meski melakukan beberapa penyelamatan krusial, tereksploitasi oleh akurasi tembakan jarak jauh. Bek seperti Schlotterbeck dan Bensebaini sering kali terlambat dalam recovery, sementara lini depan Guirassy dkk. terisolasi tanpa dukungan memadai.
Implikasi lebih luas: Kemenangan ini memperkuat narasi City sebagai mesin gol di kompetisi Eropa, dengan rata-rata 3,5 gol per laga di fase grup sejauh ini. Bagi Dortmund, kekalahan ini menekankan kebutuhan reformasi defensif untuk tetap kompetitif, terutama menghadapi jadwal padat Bundesliga dan Eropa.

Susunan Pemain
Manchester City (4-3-3): Gianluigi Donnarumma; Nunes, Stones, Gvardiol, O’Reilly; Gonzalez, Savinho, Tijjani Reijnders; Phil Foden, Jeremy Doku, Erling Haaland.
Borussia Dortmund (4-2-3-1): Kobel; Anton, Schlotterbeck, Bensebaini, Ryerson; Nmecha, Sabitzer; Svensson, Adeyemi, Beier; Guirassy.
Pertandingan ini tidak hanya menambah poin, tapi juga memperkaya diskursus taktis sepak bola modern, di mana dominasi bukan lagi tentang kekuatan fisik semata, melainkan kecerdasan kolektif. City melangkah lebih dekat ke babak berikutnya, sementara Dortmund harus merenungkan strategi untuk bangkit.
Pewarta : Vie

