
RI News Portal. Wonogiri, 28 Juli 2025 — Transformasi digital tidak hanya terjadi di wilayah urban, tetapi juga menjangkau pelosok pedesaan. Salah satu contoh nyata dapat dilihat dari sosok Wawan, warga Desa Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, yang sukses meraup pendapatan signifikan melalui pemanfaatan media sosial untuk menjual sepeda motor, mobil, dan barang-barang bekas lainnya. Usaha yang dimulai pada masa pandemi Covid-19 ini menjadi bukti konkret bahwa digitalisasi membuka peluang ekonomi baru, bahkan di wilayah yang minim infrastruktur perdagangan formal.
Tanpa memiliki showroom fisik, Wawan—yang lebih dikenal dengan sapaan akrab “Bence”—menawarkan puluhan unit kendaraan bekas hanya melalui platform digital seperti TikTok, Instagram, Facebook, dan YouTube. Strategi pemasaran yang ia gunakan sederhana namun efektif: menyajikan konten video dan foto asli kendaraan yang dijual, diproduksi menggunakan gawai pribadi. Menurutnya, pendekatan ini lebih efisien dan mampu menjangkau pasar yang lebih luas dibanding membuka toko konvensional.
“Sebagian besar pembeli saya dari luar daerah Solo Raya. Mereka melihat postingan saya, bertanya lewat DM atau WhatsApp, lalu datang ke rumah untuk melihat langsung dan transaksi,” ujar Wawan saat diwawancarai RI News Portal pada Senin (28/7/2025).

Dalam sebulan, Wawan rata-rata mampu menjual sekitar 40 unit sepeda motor dan beberapa mobil, dengan pendapatan bersih mencapai Rp50 juta per bulan. Rentang harga barang yang dijual pun beragam, mulai dari Rp3 juta hingga puluhan juta rupiah tergantung jenis dan kondisi barang.
Fenomena ini menunjukkan potensi besar kewirausahaan digital berbasis komunitas desa. Tanpa dukungan dari infrastruktur niaga formal, Wawan memanfaatkan teknologi sebagai solusi alternatif yang inklusif dan terjangkau. Secara sosiologis, model bisnis seperti ini juga mencerminkan pergeseran pola konsumsi masyarakat yang semakin percaya pada transaksi daring berbasis testimoni visual dan interaksi digital langsung.
Dari sudut pandang ekonomi pembangunan, model yang dijalankan Wawan merupakan bagian dari ekosistem gig economy dan informal entrepreneurship yang tumbuh beriringan dengan akselerasi transformasi digital. Hal ini menguatkan argumen bahwa pemberdayaan ekonomi di tingkat akar rumput tidak selalu bergantung pada intervensi institusi formal, melainkan pada akses terhadap teknologi informasi dan literasi digital yang memadai.
Baca juga : ARAH Coffee Resmikan Gerai Cirendeu: Ruang Kolaboratif Bagi Komunitas Urban dan Kreatif
Selain itu, pendekatan Wawan membuka diskusi baru dalam studi kewirausahaan berbasis media sosial: bagaimana pelaku usaha kecil mampu membangun kredibilitas, menjaga kepercayaan konsumen, dan mengelola arus barang tanpa sistem logistik besar.
Dalam konteks kebijakan publik, kisah ini menjadi argumen kuat bagi pemerintah untuk memperluas dukungan terhadap UMKM digital di daerah. Penyediaan pelatihan literasi digital, fasilitasi akses internet berkualitas di desa, serta penguatan ekosistem e-commerce lokal dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi mikro yang berkelanjutan.
Kisah Wawan dari Jatisari bukan sekadar cerita sukses individu, melainkan refleksi dari dinamika baru ekonomi desa di era digital. Ia menunjukkan bahwa dengan inovasi, keberanian, dan pemanfaatan teknologi, batas-batas geografis dan struktural dapat ditembus, menjadikan desa sebagai pusat produktivitas baru yang tidak kalah kompetitif dari kota.
Pewarta : Nandar Suyadi
