RI News Portal. Padangsidimpuan, 27 September 2025 – Dalam sebuah pernyataan yang tegas disampaikan di tengah kekhawatiran masyarakat, Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara, mendesak aparat kepolisian untuk segera menangkap pelaku perusakan fasilitas Masjid Syech Zainal Abidin. Insiden ini, yang terjadi baru-baru ini, tidak hanya merusak infrastruktur fisik masjid, tetapi juga mengguncang sendi kehidupan beragama di kota yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Yul Asmara Pane, dosen sekaligus tokoh aktif KAHMI setempat, menegaskan bahwa aksi vandalisme semacam ini tak bisa dibiarkan begitu saja. “Kita mendesak agar pelaku segera ditangkap, karena aksi tersebut sudah jelas merusak salah satu fasilitas yang ada di masjid,” ujarnya saat ditemui wartawan di sela kegiatan diskusi kebudayaan di kampusnya, Jumat (26/9/2025). Menurut Pane, perusakan terhadap rumah ibadah seperti masjid bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan ancaman serius terhadap harmoni sosial di Padangsidimpuan.
Padangsidimpuan, kota kecil di pesisir barat Sumatera Utara yang dikelilingi perbukitan hijau dan sungai-sungai deras, dikenal sebagai pusat keislaman yang kuat. Dengan populasi lebih dari 200.000 jiwa yang mayoritasnya Muslim, masjid bukan hanya tempat salat, tapi juga simbol identitas kolektif. “Aksi perusakan ini tidak bisa ditolerir, sebab yang dirusak itu masjid—tempat beribadah umat Islam. Terlepas ada sengketa atau tidak, jika yang dirusak fasilitas masjid, maka itu menjadi tanggung jawab bersama,” tambah Pane, yang juga aktif dalam penelitian sejarah lokal.

Insiden ini terjadi di tengah ketegangan kecil-kecilan terkait sengketa tanah di sekitar masjid, yang kian memanas pasca musim haji tahun ini. Meski motif pelaku belum terungkap sepenuhnya, Pane menilai bahwa perusakan terhadap rumah ibadah sangat sensitif di kalangan warga. “Sidimpuan ini mayoritas Muslim. Setiap tindakan yang menyentuh masjid bisa memicu gelombang emosi yang tak terkendali,” katanya, sambil mengingatkan pada riwayat konflik serupa di daerah tetangga yang pernah berujung pada kerusuhan sosial.
Masjid Syech Zainal Abidin bukan masjid biasa. Dibangun pada 1880 oleh ulama karismatik Syech Zainal Abidin Harahap—seorang sufi yang dikenal dengan ajaran tauhidnya—masjid ini merupakan bangunan tertua di Padangsidimpuan. Legenda lokal menyebut pembangunannya hanya memakan waktu 24 jam, sebuah mukjizat yang hingga kini diceritakan turun-temurun oleh para sesepuh desa Pudun Julu, Kecamatan Batunadua, di mana masjid itu berdiri.
Baca juga : Gorong-gorong Amblas di Mekar Jaya Putuskan Akses Vital Warga
Arsitektur masjid bergaya Arab-Jawa, dengan pilar tunggal raksasa di tengah dan delapan pilar penyangga di luar, mencerminkan kesederhanaan yang mendalam. Dinding tebal 60 sentimeter dari campuran tanah liat, telur ayam, batu, dan kapur, membuatnya tahan gempa dan banjir yang sering melanda wilayah ini. Sejak ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kota Padangsidimpuan pada 2014, masjid ini telah mengalami empat kali renovasi—terakhir pada 2021—tanpa kehilangan esensinya. “Sudah menjadi keharusan bagi setiap warga Padangsidimpuan untuk menjaga masjid ini. Ia bernilai sejarah tinggi, dan disadari atau tidak, pemerintah daerah pun tahu betul peranannya,” tegas Pane.
Lebih dari sekadar situs bersejarah, masjid ini menjadi magnet wisata religius. Setiap akhir pekan, puluhan pengunjung dari Sibolga, Tarutung, hingga Medan berdatangan untuk ziarah ke makam Syech Zainal Abidin yang terletak di halaman belakang. “Keberadaannya sudah menjadi tujuan berkunjung bagi masyarakat dalam maupun luar daerah. Bayangkan jika kerusakan ini dibiarkan, citra Padangsidimpuan sebagai kota toleran bisa tercoreng,” lanjut Pane.
Kontribusi pemerintah daerah terhadap pelestarian masjid ini juga patut dicatat. Pada masa kepemimpinan Wali Kota Andar Amin, bantuan dana dialokasikan untuk pembangunan pagar masjid, yang tidak hanya memperkuat keamanan tapi juga menambah estetika bangunan. Sementara itu, di era Kapolres AKBP Hilman Wijaya, Polres Padangsidimpuan turut andil dengan mendanai pembangunan kamar mandi, memudahkan jemaah yang datang dari jauh. “Ini bukti sinergi antara pemerintah, polisi, dan masyarakat. Kini, saatnya sinergi itu diuji lagi dengan penangkapan pelaku,” ujar Pane.
KAHMI, sebagai wadah alumni Himpunan Mahasiswa Islam yang lahir dari semangat reformasi 1998, tak hanya mendesak penangkapan pelaku tapi juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap menjaga kondusivitas. “KAHMI meminta agar pihak kepolisian segera menangkap pelaku perusakan. Sebab, kasus ini sangat sensitif,” tandas Pane di akhir pernyataannya.
Hingga berita ini diturunkan, Polres Padangsidimpuan belum merespons secara resmi. Namun, sumber internal mengindikasikan bahwa tim reskrim sedang menyisir CCTV sekitar lokasi dan memeriksa saksi mata. Desakan ini menjadi pengingat bahwa toleransi bukan slogan, melainkan tindakan nyata.
Sebagai kota yang bangkit dari reruntuhan kolonialisme Belanda, Padangsidimpuan tak boleh membiarkan satu aksi destruktif merusak fondasi kebersamaannya. Masjid Syech Zainal Abidin, dengan segala cerita suci dan sejarahnya, layak dilindungi—bukan hanya untuk umat Islam, tapi untuk warisan budaya Sumatera Utara yang lebih luas.
Pewarta : Indra Saputra

